Aih, kasihan sekali kau micin. Salahmu apa ya? Setiap kebobrokan yang
terjadi pada anak zaman now, kamuu teruus yang disalahin. Mari kita
luruskan antara kamu dan komentar mereka yang sering menyalahkanmu. Tapi,
sejujurnya, kamu emang tempat paling nyaman buat jadi sasaran kambing
hitam kebobrokan bocah-bocah ini, daripada manusia dan lingkungannya. Hahaha.
“Sebenarnya mereka itu nggak bully kamu. Mereka cuma jadiin
kamu bahan candaan. Tolong maafin mereka ya cin.”
“Ya bercanda, tapi nggak logis. Aku kan bahan penguat rasa. Emang lucu
kalau jadi bahan candaan?”
Wah, micin mulai marah ini. Yok kita lanjut…
Banyak yang bilang bahwa micin alias MSG yang notabene sebagai
penguat rasa ini bisa bikin otak kalian ZONK. Padahal yang bikin otak ZONK
itu karena kurang baca, baca, dan baca. Bukan karena micin. Manfaat micin
itu sebagai penyedap rasa yang selalu digunakan Ibu-Ibu untuk masak. Nah, terus
mau masak nggak pakai micin seperti MA(sa)CO atau RO(y)CO? Ya nggak papa. Terus
kalau semisal kalian mau makan bakso atau soto, apa iya kalian mau minta nggak
pakai micin? Sedangkan kalau tanpa micin rasanya bakal nggak karuan. Iya apa
nggak?
Bahkan, micin ini berguna karena meningkatkan nafsu makan anak-anak
terhadap sayuran. Kan parah kalau anak-anak nggak suka makan sayuran. Bisa jadi
kurang gizi. Pada dasarnya penggunaan MSG ini bisa kalian takar sendiri. Nggak perlu
banyak-banyak. Cukup sedikit aja tergantung porsi yang kalian masak juga. Semisal
kalau masaknya cuma satu panci kecil ya nggak usah sebungkus dituangin semua,
cukup seperempat sendok teh aja. Kalau nggak, ya otak kalian bakalan ZONK. Selain
itu MSG ini juga aman. Karena sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor: 722/ Menkes/ Per/ IX/ 88 Tgl. 20/09/1988 tentang Bahan Tambahan
Makanan (BTP): “MSG adalah BTP penguat rasa yang diizinkan dengan batas
maksimum ‘secukupnya’ (sewajarnya sesuai dengan tujuan penggunaannya). Begitu
juga penggunaan gula maupun garam.
Intinya, PERTAMA. Semua tambahan bahan makanan atau minuman itu
boleh digunakan. Asal nggak berlebihan. Karena yang berlebihan itu tidak baik. KEDUA,
seperti hadits berikut “Ingatlah
bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula
seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa
ia adalah hati (jantung)” Maka selalu berfikir positiflah. Gunakan prasangka
kita yang baik-baik. Maka yang ada dihadapan kita nantinya juga akan baik. KETIGA.
Pengen keliatan pintar dan cerdas? Makanya banyak baca, baca, baca. Bukannya
ikutan argumen sana sini atau pakai kacamata. Hahaha.
"Duh, terhura-hura Aku. Makasih ya udah mau belain Aku."
"Shaap ciin. Tanpamu Aku tak akan menikmati makananku. Kalau kamu di bumi hanguskan, maka Aku pun juga akan lenyap menjadi asap dan semuanya akan senyap."
SALAM
PUSTAKA(WANT) dan GENERASI LITERASI
Bagaimana jadinya? Kalau anak bergaris keturunan SMA atau SMK
kuliah di Universitas yang mempunyai mata kuliah pokok Bahasa Arab. Apa nggak
kliyengan? Tiap ada tugas mata kuliah tersebut, dosennya ngomong pake Bahasa
Arab. Sedangkan si Mahasiswa cuma tengak-tengok temen disampingnya. Dan betapa
senangnya kita, karena dosen tersebut
juga sambil mentranslate apa yang telah Beliau ucapkan. Jadi kita rada-rada
lega sedikit lah. Nah kok ternyata, tidak sesuai dengan ekspetasi yang kita
bayangkan. Maksudnya? Iya, Beliau memang mentranselate Bahasa Arabnya tersebut.
La tapi kok sama-sama pakai bahasa asing, yaitu Bahasa Inggris. Berasa hidup di
PonPes Gontor ini mah. Ya tapi tak apalah, masih mending pakai bahasa Inggris. Daripada
bahasa batin. Wqwq.
Yang pertama, sebagai orang muslim yang pedoman hidupnya adalah Qur’an,
otomatis kita sudah bisa baca dan ngomong Arab. Tapi memang belum tentu bisa
mengerti arti dari bahasa Arab tersebut. Nah, semenjak ada makul pokok ini kita
ambil positifnya. Kita bisa tahu makna kata dari Qur’an yang kita baca tersebut
sedikit-demi sedikit. Meskipun bisa dilihat dari terjemahan kalimatnya, tapi
akan lebih mudah jika sudah mengetahui arti per katanya. Jadi jangan terlalu
diambil pusing lah yaa.. Kalian nggak sendiri kok, banyak yang lain yang mulai
dari nol.
Kedua, otomatis soal yang diujikan juga berbahasa Arab. Disuruh nulis
pakai huruf Arab? Jelas! Disuruh translate ke Indonesia? Ya jelas! Jelas belum (mahir)
kalau Saya mah. Tapi seenggaknya kita pernah ngrasain gimana nulis Arab yang
baik dan enak buat dipandang mata. Meskipun aslinya tulisan kita yang di bahasa
Latin bener-bener hancur lebur nggak bisa kebaca. Selain itu kita juga tahu,
bahwa nantinya bacaan yang kita suarakan itu akan berbeda arti, Jika kita salah
membaca panjang pendek harakatnya. Terlebih kalau baca Qur’an. Kita memang
harus hati-hati.
Ketiga, terbiasa untuk memahaminya (bahasa arab dan artinya) bukannya
malah menghakimi bahwa Bahasa Arab itu bahasa asing, makanya Saya nggak perlu
belajar makna katanya. Saya kan nggak hidup di Arab, ngapain harus belajar
bahasa Arab? Bukan itu masalahnya. Tapi, sedari dulu bahkan pas TK maupun di
TPA/TPQ, kita pasti disuruh untuk menghafal doa-doa harian beserta artinya. Namun
dewasa ini, seringnya kita bahkan sudah menelantarkan arti dari doa yang kita
ucapkan tersebut. Misalnya saja, kita kadang lupa atau bahkan tidak mengerti,
apa arti dari do’a iftitah yang dulu pernah kita hafalkan mati-matian pas SD.
Intinya kita harus benahi, bahwa bahasa itu adalah suatu
pembiasaan. Semakin kita terbiasa menggunakannya. Maka semestinya kita semakin
tahu dan memahaminya. Ikrar yang sering dibunyikan adalah, “kitab suci untuk
pedoman hidup”. Namun faktanya kita bahkan jarang membaca dan memahami
intisarinya untuk dijadikan pedoman hidup. Bukannya sok-sok an. Tapi memang
benar, secara tak sengaja kita menaruh bara pada kehadirannya (bahasa Arab) yang
jelas-jelas tertuang pada bacaan pedoman hidup kita sendiri (Qur’an).
Riuh, Ribut, (Maaf, nama temen ikut kesebut), dan Runyam. Semua ikut campur jadi satu. Selalu dikaitkan dengan politik hanya karena perkara registrasi perdana saja. Sedikit-sedikit berbau uang, politik, pemilu, dan korupsi. KLOP ! Kalau nggak ada itu kayaknya kurang pas rasa-rasanya.
Dari perkara kartu perdana (alias : nomor hp) bisa diseret sampai ke ranah pemilu kan hubungannya lumayan jauh. Apa iya, pemilu mau dipilih secara digital? Oh, iya yaah! Itu masukan. Inovasi baru. Nggak perlu boros kertas dan tinta buat milih. Tinggal pilih foto calon terus langsung klik. Iyaa, biar semuanya aja dijadiin digital. Yaa kan? Bisa aja tinggal kita kedip mata, beberapa tahun ke depan bakal kejadian.
Niat baik KOMINFO ini awalnya untuk mencegah penyalahgunaan nomor pelanggan, terutama untuk pelanggan prabayar. Jelas-jelas informasi ini sudah diterangkan oleh pihak
KOMINFO sendiri. Namun masih ada juga yang mengajak memviralkan untuk tidak ikut registrasi ulang. Ada juga yang bilang KOMINFO tidak pernah memberikan informasi semacam itu. Sampai-sampai
berita miring itu beredar di SO(SIAL) Media. Hingga akhirnya kan membuat orang-orang bingung, bingung, daan bingung...
Ada juga yang sudah daftar sih. Tapi kok gagal terus yah? Apa salah Saya? Hingga Anda tega terhadap Saya? Heheh.. Jangan putus di tempat dulu yaah. Kalau emang itu nomer penting banget buat kalian. Sesayang apapun kalian, pasti kalian bakal ngelakuin apa aja kan sama itu nomer? SAMA ! KAYA SAYA.. hahaha. Nih, coba kalian lakuin cara
INI.
Perlu diketahui bahwa sejatinya apapun yang dishare melalui website, khususnya SO(SIAL) Media harus pintar-pintar memilah. Bukan asal percaya. Setelah dapat informasi seperti itu ya cek langsung di website yang bersangkutan. Bukannya mengikuti argumen yang diumbar sana-sini. Setelah dirasa benar, baru kita mengeshare ulang informasi tersebut agar bermanfaat buat yang lain. Jadi kita tidak menanggung malu karena menyebarkan informasi yang palsu (HOAX). Intinya ya pintar-pintar pilih mana yang benar-benar INFORMASI dan mana yang SAMPAH.
Salam PUSTAKA(WANT) dan GENERASI LITERASI