Apa yang kita dengar maupun kita lihat setiap hari ternyata dapat mempengaruhi keputusan yang akan kita ambil. Kalau yang setiap hari kita makan itu adalah gossip yang ini begini, yang itu begitu, maka jangan kaget kalau tiba-tiba masa depan kita penuh drama semacam itu. Kalau setiap hari kita makan junkfood lalu mendadak menjadi sehat sepertinya Impossible.
Coba tanyakan kepada orang-orang yang telah sukses. “Apa yang mereka konsumsi setiap hari? Apakah mengkonsumsi gossip jadi bahan racikan mereka sehari-hari?” Entah, bahkan yang barusan booming saja terkadang tidak tahu-menahu. Karena terlalu banyak hal-hal yang mereka anggap lebih penting daripada hal tersebut. See? Tidak perlu Saya sebutkan, pasti ada beberapa orang tersebut di sekitar kita.
Saya tidak berbicara bahwa kita tidak boleh update hal-hal semacam itu. tidak. Tapi, kembali ke pribadi kita masing-masing. Keputusan yang telah kita pilih mempengaruhi masa depan kita. Apa yang kita putuskan untuk didengar dan dilihat pun akan mempengaruhi masa depan kita.
Itulah mengapa, kita selalu terus-menerus dicekoki wejangan “Hati-hati dalam bergaul”. Karena memang benar, semakin terpengaruh maka semakin besar dan merajalela kemungkinan-kemungkinan yang lainnya.
Tidak heran jika ada seseorang yang bertemu dengan sang pujaan hati (pacar), dia mengijinkan semua hal masuk melalui pancaindra. Hingga akhirnya wejangan sang pujaan hati lebih digagas daripada omongan orangtua. Eh, maaf kalau salah.
Begitu pula sosial media. Apa yang selalu kita baca terlebih postingan teman kita di WA, IG, FB, dll pun juga dapat memberikan feedback kepada kita sendiri. Untung-untung kalau hal itu memberikan dampak positif. Nah, kalau kita malah ikutan ke ranah pikirannya yang belum matang?
Yang perlu diperhatikan adalah kita harus pintar-pintar memilah mana yang berfaedah untuk kita maupun orang lain. Pastikan hal apapun yang mempengaruhi kita membawa kita kepada hal yang lebih baik lagi daripada sebelumnya. Cara menentukannya pun cukup mudah. Coba saja bayangkan hidup kita 5 atau 10 tahun ke depan jika kita terus menerus mendengar dan melihat hal-hal yang sering kita lihat maupun kita dengar. Akan jadi apa kita? Akan kemana kita? Jika bagus, maka teruskanlah. Tapi jika tidak, lebih baik berhenti secara perlahan. Sebelum kita kecanduan dan susah untuk melepaskannya.
IN(SEPI)RASI : Dari para korban pengidap narkoba, pacaran, junkfood, gossip, micin.
Nyatanya nyegerin nggak? Kalau nggak ya udah. Itu aja, hahaha. Selamat membayangkan 5 tahun ke depan kalian.. Ehehe
Tahun baru? Sebenarnya perayaan tahun baru itu untuk apa? Jika kita
memaknai lebih dalam lagi, dari mulai anak-anak, remaja, bahkan orangtua
tentunya menyambut senang hati dengan cara berpesta, nyanyi-nyanyi,
bakar-bakar, dsb. Sesuka mereka. Lalu
apa manfaatnya? Entah? Mungkin berkumpul dengan sanak saudara setahun sekali. Menghabiskan
malam dengan bercakap-cakap bersama mereka. Berbagi kebahagiaan.
Mungkin beberapa dari kita sendiri memang jarang berkumpul dan
kurang memanfaatkan quality time bersama keluarga. Sehingga di tahun
baru ini mungkin salah satu sarana yang tepat untuk kumpul bersama keluarga. Bersyukur
masih bisa hidup sepanjang ini pun merupakan salah satu bentuk perayaan tahun
baru. <Salah! Tentunya wajib>
Perayaan tahun baru bebas boleh apa saja. Namun tentunya, yang
perlu diingat adalah tetap dalam batas wajarnya. Tidak perlu berlebih-lebihan. Jadi,
untuk malam tahun baru kita yang memang setiap tahunnya di rumah, nikmati saja.
Jadi manusia kalong itu sudah pasti. Intinya, manfaatkan sebaik mungkin malam
tahun baru Kita. Dan yang terpenting adalah, bukan hanya malam tahun baru itu
saja kita merasa bersungut-sungut. Namun selepas itu, bagaimana cara kita
menyikapi tantangan yang ada di hadapan kita dan belajar menjadi pribadi lebih
baik lagi .
Jadi, selamat menjelang tahun baru 2018 !
Aih, kasihan sekali kau micin. Salahmu apa ya? Setiap kebobrokan yang
terjadi pada anak zaman now, kamuu teruus yang disalahin. Mari kita
luruskan antara kamu dan komentar mereka yang sering menyalahkanmu. Tapi,
sejujurnya, kamu emang tempat paling nyaman buat jadi sasaran kambing
hitam kebobrokan bocah-bocah ini, daripada manusia dan lingkungannya. Hahaha.
“Sebenarnya mereka itu nggak bully kamu. Mereka cuma jadiin
kamu bahan candaan. Tolong maafin mereka ya cin.”
“Ya bercanda, tapi nggak logis. Aku kan bahan penguat rasa. Emang lucu
kalau jadi bahan candaan?”
Wah, micin mulai marah ini. Yok kita lanjut…
Banyak yang bilang bahwa micin alias MSG yang notabene sebagai
penguat rasa ini bisa bikin otak kalian ZONK. Padahal yang bikin otak ZONK
itu karena kurang baca, baca, dan baca. Bukan karena micin. Manfaat micin
itu sebagai penyedap rasa yang selalu digunakan Ibu-Ibu untuk masak. Nah, terus
mau masak nggak pakai micin seperti MA(sa)CO atau RO(y)CO? Ya nggak papa. Terus
kalau semisal kalian mau makan bakso atau soto, apa iya kalian mau minta nggak
pakai micin? Sedangkan kalau tanpa micin rasanya bakal nggak karuan. Iya apa
nggak?
Bahkan, micin ini berguna karena meningkatkan nafsu makan anak-anak
terhadap sayuran. Kan parah kalau anak-anak nggak suka makan sayuran. Bisa jadi
kurang gizi. Pada dasarnya penggunaan MSG ini bisa kalian takar sendiri. Nggak perlu
banyak-banyak. Cukup sedikit aja tergantung porsi yang kalian masak juga. Semisal
kalau masaknya cuma satu panci kecil ya nggak usah sebungkus dituangin semua,
cukup seperempat sendok teh aja. Kalau nggak, ya otak kalian bakalan ZONK. Selain
itu MSG ini juga aman. Karena sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor: 722/ Menkes/ Per/ IX/ 88 Tgl. 20/09/1988 tentang Bahan Tambahan
Makanan (BTP): “MSG adalah BTP penguat rasa yang diizinkan dengan batas
maksimum ‘secukupnya’ (sewajarnya sesuai dengan tujuan penggunaannya). Begitu
juga penggunaan gula maupun garam.
Intinya, PERTAMA. Semua tambahan bahan makanan atau minuman itu
boleh digunakan. Asal nggak berlebihan. Karena yang berlebihan itu tidak baik. KEDUA,
seperti hadits berikut “Ingatlah
bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula
seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa
ia adalah hati (jantung)” Maka selalu berfikir positiflah. Gunakan prasangka
kita yang baik-baik. Maka yang ada dihadapan kita nantinya juga akan baik. KETIGA.
Pengen keliatan pintar dan cerdas? Makanya banyak baca, baca, baca. Bukannya
ikutan argumen sana sini atau pakai kacamata. Hahaha.
"Duh, terhura-hura Aku. Makasih ya udah mau belain Aku."
"Shaap ciin. Tanpamu Aku tak akan menikmati makananku. Kalau kamu di bumi hanguskan, maka Aku pun juga akan lenyap menjadi asap dan semuanya akan senyap."
SALAM
PUSTAKA(WANT) dan GENERASI LITERASI
Bagaimana jadinya? Kalau anak bergaris keturunan SMA atau SMK
kuliah di Universitas yang mempunyai mata kuliah pokok Bahasa Arab. Apa nggak
kliyengan? Tiap ada tugas mata kuliah tersebut, dosennya ngomong pake Bahasa
Arab. Sedangkan si Mahasiswa cuma tengak-tengok temen disampingnya. Dan betapa
senangnya kita, karena dosen tersebut
juga sambil mentranslate apa yang telah Beliau ucapkan. Jadi kita rada-rada
lega sedikit lah. Nah kok ternyata, tidak sesuai dengan ekspetasi yang kita
bayangkan. Maksudnya? Iya, Beliau memang mentranselate Bahasa Arabnya tersebut.
La tapi kok sama-sama pakai bahasa asing, yaitu Bahasa Inggris. Berasa hidup di
PonPes Gontor ini mah. Ya tapi tak apalah, masih mending pakai bahasa Inggris. Daripada
bahasa batin. Wqwq.
Yang pertama, sebagai orang muslim yang pedoman hidupnya adalah Qur’an,
otomatis kita sudah bisa baca dan ngomong Arab. Tapi memang belum tentu bisa
mengerti arti dari bahasa Arab tersebut. Nah, semenjak ada makul pokok ini kita
ambil positifnya. Kita bisa tahu makna kata dari Qur’an yang kita baca tersebut
sedikit-demi sedikit. Meskipun bisa dilihat dari terjemahan kalimatnya, tapi
akan lebih mudah jika sudah mengetahui arti per katanya. Jadi jangan terlalu
diambil pusing lah yaa.. Kalian nggak sendiri kok, banyak yang lain yang mulai
dari nol.
Kedua, otomatis soal yang diujikan juga berbahasa Arab. Disuruh nulis
pakai huruf Arab? Jelas! Disuruh translate ke Indonesia? Ya jelas! Jelas belum (mahir)
kalau Saya mah. Tapi seenggaknya kita pernah ngrasain gimana nulis Arab yang
baik dan enak buat dipandang mata. Meskipun aslinya tulisan kita yang di bahasa
Latin bener-bener hancur lebur nggak bisa kebaca. Selain itu kita juga tahu,
bahwa nantinya bacaan yang kita suarakan itu akan berbeda arti, Jika kita salah
membaca panjang pendek harakatnya. Terlebih kalau baca Qur’an. Kita memang
harus hati-hati.
Ketiga, terbiasa untuk memahaminya (bahasa arab dan artinya) bukannya
malah menghakimi bahwa Bahasa Arab itu bahasa asing, makanya Saya nggak perlu
belajar makna katanya. Saya kan nggak hidup di Arab, ngapain harus belajar
bahasa Arab? Bukan itu masalahnya. Tapi, sedari dulu bahkan pas TK maupun di
TPA/TPQ, kita pasti disuruh untuk menghafal doa-doa harian beserta artinya. Namun
dewasa ini, seringnya kita bahkan sudah menelantarkan arti dari doa yang kita
ucapkan tersebut. Misalnya saja, kita kadang lupa atau bahkan tidak mengerti,
apa arti dari do’a iftitah yang dulu pernah kita hafalkan mati-matian pas SD.
Intinya kita harus benahi, bahwa bahasa itu adalah suatu
pembiasaan. Semakin kita terbiasa menggunakannya. Maka semestinya kita semakin
tahu dan memahaminya. Ikrar yang sering dibunyikan adalah, “kitab suci untuk
pedoman hidup”. Namun faktanya kita bahkan jarang membaca dan memahami
intisarinya untuk dijadikan pedoman hidup. Bukannya sok-sok an. Tapi memang
benar, secara tak sengaja kita menaruh bara pada kehadirannya (bahasa Arab) yang
jelas-jelas tertuang pada bacaan pedoman hidup kita sendiri (Qur’an).
Riuh, Ribut, (Maaf, nama temen ikut kesebut), dan Runyam. Semua ikut campur jadi satu. Selalu dikaitkan dengan politik hanya karena perkara registrasi perdana saja. Sedikit-sedikit berbau uang, politik, pemilu, dan korupsi. KLOP ! Kalau nggak ada itu kayaknya kurang pas rasa-rasanya.
Dari perkara kartu perdana (alias : nomor hp) bisa diseret sampai ke ranah pemilu kan hubungannya lumayan jauh. Apa iya, pemilu mau dipilih secara digital? Oh, iya yaah! Itu masukan. Inovasi baru. Nggak perlu boros kertas dan tinta buat milih. Tinggal pilih foto calon terus langsung klik. Iyaa, biar semuanya aja dijadiin digital. Yaa kan? Bisa aja tinggal kita kedip mata, beberapa tahun ke depan bakal kejadian.
Niat baik KOMINFO ini awalnya untuk mencegah penyalahgunaan nomor pelanggan, terutama untuk pelanggan prabayar. Jelas-jelas informasi ini sudah diterangkan oleh pihak
KOMINFO sendiri. Namun masih ada juga yang mengajak memviralkan untuk tidak ikut registrasi ulang. Ada juga yang bilang KOMINFO tidak pernah memberikan informasi semacam itu. Sampai-sampai
berita miring itu beredar di SO(SIAL) Media. Hingga akhirnya kan membuat orang-orang bingung, bingung, daan bingung...
Ada juga yang sudah daftar sih. Tapi kok gagal terus yah? Apa salah Saya? Hingga Anda tega terhadap Saya? Heheh.. Jangan putus di tempat dulu yaah. Kalau emang itu nomer penting banget buat kalian. Sesayang apapun kalian, pasti kalian bakal ngelakuin apa aja kan sama itu nomer? SAMA ! KAYA SAYA.. hahaha. Nih, coba kalian lakuin cara
INI.
Perlu diketahui bahwa sejatinya apapun yang dishare melalui website, khususnya SO(SIAL) Media harus pintar-pintar memilah. Bukan asal percaya. Setelah dapat informasi seperti itu ya cek langsung di website yang bersangkutan. Bukannya mengikuti argumen yang diumbar sana-sini. Setelah dirasa benar, baru kita mengeshare ulang informasi tersebut agar bermanfaat buat yang lain. Jadi kita tidak menanggung malu karena menyebarkan informasi yang palsu (HOAX). Intinya ya pintar-pintar pilih mana yang benar-benar INFORMASI dan mana yang SAMPAH.
Salam PUSTAKA(WANT) dan GENERASI LITERASI
"Kapan-kapan ajak Saya ke rumahmu lah. Oleh-oleh yang khas disana apa to Cik?"
"Ini." Sambil menunjukkan cincin coklat yang cukup keras. Motifnya seperti campuran cat air yang abstrak.
"Itu cincin dari bahan apaan Cik? Kok warnanya aneh?"
"Dari tempurung penyu."
"Lah, apa iya? Emang bisa ya?"
"Iya. Bisa lah. Kadang juga ada dari sisik ikan."
"Bawain lah besok kalau pulang kampung. Biar ada kenangan dari anak Kali(Mantan)."
"Yah. Ini anak baper terus. Kan ya? Bawa-bawa mantan segala."
"Hmm emang iya kan? Kalinya para mantan..."
Diam.. Tak berkutik... Cika malah mainan HP.
"Gimana kuliah disini, enak nggak?"
"Hmm bikin baper sih, lebih tepatnya Jogja berhati mantan juga."
Eh, dia malah membalikan mantan pada Saya. Lalu cerita lagi.
"Saya sangat setuju dengan statementnya Arman Dhani. Saya menemukan terlalu banyak alasan untuk menjadi sebenar-benarnya manusia. Tentang menjejalkan keinginan membaca saya pada titik paling tinggi, juga tentang bagaimana saya menemukan manusia-manusia getir yang begitu optimis menjalani hidup. Makanan yang enak lagi murah. Dan ada banyak alasan mengapa mereka yang pernah atau tinggal di Jogja susah beralih atau melupakan kota ini. Jogja terlalu banyak memiliki sudut-sudut melankolis yang menjadi kediaman kisah cinta yang gagal. Inilah yang membuat Saya susah melupakan Jogja layaknya mantan, Si Kali(Mantan) tempat kelahiran Saya."
Panjang banget cik. Tapi Saya senang karena kota kita sama-sama berkaitan dengan mantan.. Abahahaha :v
Bukannya Saya tidak ingin berbicara. Tetapi saya memang selalu hilang akal, bagaimana caranya untuk mengeluarkan pendapat. Rasa malu ini tetap melanda saya bahkan sampai dewasa ini. Dan jangankan menyatakan pendapat, bahkan dalam kunjungan silaturahmi biasa, maupun diskusi belajar bersama saja dengan kehadiran setengah lusin orang sudah sangat membuat Saya diam membisu.
“Perlu Saya tekankan bahwa perasaan malu Saya yang mendasar ini, kadang-kadang mendatangkan bahan tertawaan, tidak membawa kerugian apapun. Sebaliknya, Saya dapat melihat bahwa hal itu malah menguntungkan Saya. Dan manfaat terbesarnya adalah bahwa Saya menghemat kata-kata.”
Di dalam buku karangan Mahatma Gandhi yang berjudul “Semua Manusia Bersaudara” pada halaman 12 ini membuat diri Saya, khususnya kalian yang sedang membaca jurnal ini tentunya merasa “ini Aku banget dah. Ternyata orang seperti Mahatma Gandhi saja dulunya sangat pemalu dan pendiam, sama seperti Saya.”
Bahkan jika ada teman-teman yang sering mengajak Saya untuk hang out bareng (main keluar), Saya sangat mudah untuk menolak. Bahkan mungkin Saya sudah dicap sebagai anak rumahan. Apa ya? Menurut saya memang “keluar rumah” untuk main itu penting. Tapi Saya bukannya nggak suka atau nggak mau untuk diajak “keluar sembarangan”. Namun disisi lain, dari dulu Saya memang lebih menikmati Quality Time Saya dengan keluarga. Dibandingkan keluar dengan teman-teman. Jadi memang sangat kudet jalan bahkan spot-spot menarik yang sedang booming. Azka Corbuzier contohnya, anak dari Deddy Corbuzier ini juga lebih menikmati liburan di rumah bersama ayahnya dibanding main ke luar rumah.
Bahkan jika ada diskusi kelas yang mengharuskan dari Kami untuk bertanya, Kami sebenarnya tahu apa yang dia maksud. Tapi enggan untuk mengemukakannya. Bahkan untuk membuka mulut saja terkadang sangat berat. Butuh 30 menit untuk berpikir, apa kami akan bertanya atau tidak ya? Atau kami harus bertanya hanya untuk sekedar mendapat nilai tambah? Lalu tiba-tiba LENYAP ! Jam pelajaran sudah habis. Ahahaa :v
Hal ini juga membuat Saya merasakan bahwa sebenarnya banyak orang-orang yang cenderung sangat asyik, hits, dan seru diajak chat di dunia maya lalu mendadak menjadi “diam dan malu” saat berinteraksi di dunia nyata. Apapun yang dipilih, entah jadi orang pendiam, pemalu, suka ngomong, bawel, etc. Kita tetap menghargai satu sama lain. Mereka dan kita sendiri pasti punya alasan, kenapa masih “diam dan malu” hanya butuh waktu bagi mereka dan kita sendiri untuk menerima, menghadapi, maupun berusaha mengubahnya. Tetap percaya pada diri sendiri saja, meskipun menjadi pemalu dan dikata pendiam, Biarlah. Tapi yang jelas, saya lebih menerima statement dari mbak Fel-Fel ini, “Sendirian bukan berarti buruk. Hanya menghindari drama atau menghindari bobroknya anak zaman sekarang.”
Apakah senyum kita pernah terlontarkan untuk mereka?
Menyapu, mengepel, dan mencuci perkakas adalah tugas pokok mereka. Pukul enam
pagi mereka sudah berada di tempat. Berbeda dengan kita para pendekar kuliah yang
kesiangan. Hanya pergi ke kampus saja
terkadang malas.
Menyusuri lantai dasar hingga lantai teratas pun
mereka lakoni dengan sepenuh hati. Anak tangga yang biasa kita pijak, mereka
bersihkan kembali satu per satu. Debu debu pun mulai bertebaran, dan kita mulai
menghirup semangat kerjanya. Dari ruangan paling timur ke barat, selatan ke
utara mereka jelajahi. Membuka jendela kehidupan agar angin segar masuk ke dalam
ruangan. Meneriakkan kerasnya hidup kepada langit yang sedang tersenyum.
Benar-benar bisa tertawa lepas hanya dengan kawannya karena tak ada yang
memperdulikannya. Merapikan meja dan kursi juga bonus untuk mereka. Bahkan kita saja juga malas merapikan kursi
sehabis mata kuliah.
Berbagi tugas dengan kawannya. Saling berteriak satu
sama lain untuk memberikan semangat meskipun bermandikan keringat. Mulai dari
meracik minuman. Mengantarkan minuman dan jatah makan siang kepada atasannya. Meskipun
mereka harus membeli jatah makan yang harga dan porsinya tak sesuai kantong, tetapi akan terasa ringan jika dinikmati
bersama kawan-kawannya.
Ruangan yang tak pernah sepi pengunjung juga harus
mereka bersihkan. Dimana kran, kaca, dan closet
menjadi saksinya. Jangankan mengepel lantai kamar mandi. Menyikatnya saja
sudah menjadi hal biasa. Kakinya harus rela menembus dinginnya air yang
mengalir bersama aroma wangi pembersih lantai.
Tak peduli sebau dan sebanyak apapun sampah yang
mereka temui. Dimanapun sampah berserakan, mereka akan membersihkannya kembali
di pagi hari. Dari sudut ruangan hingga muka ruangan pasti terdapat sampah. Entah memang kita sengaja tidak mau
membuang di tempat sampah, atau menganggap biarlah
sampah ini tak berada di tempat sampah, toh nanti juga ada yang membersihkan.
Begitu kejamnya menitik beratkan tugas kita sendiri, yang hanya membuang
sampah di tempatnya dilemparkan kepada orang lain.
Menerima segala sifat malas kita. Menanggung beban
dengan senang hati. Tanpa rasa malu, asalkan bertanggung jawab dengan
pekerjaannya begitulah prinsip mereka. Meskipun senyum sulit bergerak di bibir
kita untuk mereka. Tetapi mereka akan selalu tersenyum untuk kita, membukakan
hati kita. Mereka akan tetap sama, mengerjakan tugasnya dengan senang hati dari
atasan. Sedang kita pun tetap sama, sering mengeluh mengerjakan tugas dengan
berat hati oleh dosen. Seolah olah kita
yang sudah berdiri di kampus ini bisa membayar apapun dengan uang. Mereka hanya
dianggap mesin berjalan.
Sleman, 24 Mei 2017
Di antara hati yang pilu menyaksikan ketidak sadaran
akan tugas yang diemban
(Jurnal #8_HR)
Apakah orang yang anda sayangi akan selalu tersimpan
di dalam hati? Meskipun mereka telah memiliki kepentingannya sendiri? Apakah
anda benar benar tulus menyayanginya? Hati lah yang berkata seperti itu. Apakah hati kita benar benar menerimanya.
#siapa kita?
Mereka selalu berada di sekeliling kita. Adakalanya pernah
memimpikan mereka meskipun hanya sekali. Mereka yang selalu mengingatkan kita
untuk jangan lupa siapa diri kita ini. Merindukan mereka dibalik dinginnya
malam. Memandang mereka hanya dari foto kenangan. Bertutur kata dengan mereka
hanya dari pesan sosial media. Menyapa hanya lewat status sosial media. Bertukar
kabar hanya lewat video call.
Lupa akan kecanggungan mereka ketika bercakap-cakap
dengan kita. Betapa mereka sangat takut menganggu kita. Hidung telah mati rasa.
Bagaimana aroma yang dihasilkan serbuk kasih sayang. Gigi tak mampu mengunyah
masalah yang ada. Kerongkongan tidak mampu menelan pahitnya rasa sakit yang
mereka rasakan. Bibir tidak mampu menggerakkan akal dan pikiran agar sejalan. Telinga
tidak dapat mendengar rintihan doa mereka agar kita selalu bahagia. Mata yang
hanya melihat satu sisi dan tidak mementingkan orang lain.
Sleman, 22 Mei 2017
Di manapun kaki tegap berdiri, belajarlah berbagi
(Jurnal #7_HR)