JURNAL #81_ GELAP

Tidak mungkin, jika di dunia ini ada sepasang adik kakak yang tidak pernah bertengkar. Aku pasti akan langsung berguru padanya. Saudara, sedekat apapun kita, pasti terjadi pertikaian. Meskipun itu berangkat dari hal-hal kecil.

Kata orang, mendidik anak-anak sewaktu memasuki TK adalah hal yang paling susah (dalam hal ini kuambil objek adikku sendiri). Tapi, tidak bagiku. Aku justru menganggap bahwa masa-masa peralihan lah yang lebih sulit untuk mendidik anak. Misalnya masa dari anak-anak menuju tahap pubertas, yaitu masa-masa SMP. Apakah Anda sepemahaman dengan saya?

Berawal dari pengalaman pribadi dan apa yang telah saya amati bertahun-tahun, kasus kekerasan dan perlawanan sering kali muncul di tahap pra pubertas menuju pubertas. Saya sampai kewalahan dan geleng-geleng kepala sewaktu mendapati adik laki-laki saya ini bandel bukan kepalang. 

Teman-teman saya yang berkunjung ke rumah saya sendiri seringkali bilang bahwa, "Kayaknya adikmu itu takut banget kalau ketemu sama kamu. Tiap bicara matanya nggak berani natap kamu buktinya?" 

Aku pun menjawab pertanyaan dari kawan-kawanku itu. Memang benar, apa yang kalian tebak itu. Bagaimana tidak, dia saban harinya bermain game di HP nya. Tak pernah tidak sekali saja untuk meluangkan waktu yang cukup lama untuk belajar atau pergi ke masjid. Aku, Ibu, dan Bapakku seringkali memarahinya sebagai bentuk kasih sayang dan perhatian. Tapi dia memang sungguh malas -akibat ketempelan setan, mungkin? 

Kali ini, aku benar-benar berada di puncaknya. Kemarin dia memintaku untuk mengajarinya belajar komputer. Dia sudah berulangkali kuajari namun tak paham-paham juga. Aku memang harus bersabar terus jika berhadapan dengannya. Bukan maksudku ingin berucap kotor, tapi memang dia ini sungguh bebal perihal komputer. Aku menjadi semakin gemas. 

Aku berani bilang seperti ini karena dia sendiri adikku dan bukan orang lain. Aku berani memakinya, karena dia bagian dari rupa keluargaku. Jika aku mendiamkannya, itu tandanya aku sudah tidak perhatian lagi dengannya, bukan? Coba cerna baik-baik.

Lalu, dia tidak mau pergi ke masjid. Jelas-jelas adzan sudah berkumandang. Aku pun langsung menghampirinya. "Sebenarnya, maumu itu apa sih? Kamu sadar tidak bahwa otakmu itu benar-benar bebal?" 

Dia langsung menjawab. "Nggak!"

"Memang, kamu tidak sadar, karena hatimu sudah bebal!" Jawabku sarkas.

"Nggak juga."

Dasar gila ini anak! Aku harus memilih kata-kata yang pas untuk menusuk hatinya, pikirku.

"Kamu tahu bahwa kamu ini bebal karena apa? Karena kamu tidak pernah meminta kepadaNya. Tidak pernah datang ke masjid. Apa susahnya sekali dalam sehari pergi ke masjid? Sekarang berangkat ke masjid atau tidak?"

Dia menggelengkan kepalanya dan tetap menatap layar hp.

"Kuulangi lagi pertanyaanku. Apa kamu tidak mendengarnya?"

Dia terus menggeleng.

Sebelum aku benar-benar naik darah, dan itu bagian dari perilaku setan, aku menghela nafas. 

"Untuk bermain hp saja bisa berkali-kali. Tapi, untuk pergi ke masjid sekali dalam sehari saja sungguh berat. Pantas, kamu tidak dilancarkan dalam berpikir!" Jawabku sangat sarkas. 

Dia tersenyum lalu tertawa! Bisa gila aku!

"Janji, nanti mau pergi ke masjid atau tidak?"

Dia masih tersenyum.

"Itu tidak lucu! Bisa-bisanya kamu melucukan hal seperti ini." Aku menatapnya lekat-lekat.

Perlahan, dia mulai memudarkan senyumnya. Lalu benar-benar lenyap.

Aku benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikirannya! Aku pun enyah dari hadapannya.

Aku harus memutar otak dan mencari cara agar dia -sedikit- sadar.

Kita harus selalu ditempa, agar terbiasa, agar menjadi manusia yang benar-benar rendah. 

Aku tidak apa-apa jika kamu tidak pandai dalam hal dunia. Tapi aku malu, jika aku tidak berhasil mendidikmu di hadapan Tuhan! :(

Hari berikutnya, dia pun pergi ke masjid lagi seperti biasanya. Sepertinya aku memang harus memilih kata-kata yang pas dan menerapkan contoh-contoh yang konkrit agar dia sedikit berpikir dan paham untuk menggunakan otaknya. :/



0 komentar