JURNAL #82_ JANGAN MARAH YA?

Mengapa kamu tidak pernah bertanya perihal kabarku barang satu dua kali saja? Padahal kamu sendiri tahu aku sedang sakit. 

Begini. Aku bukannya tidak memperhatikan dirimu. Bukannya aku juga tidak mau mempertanyakan kabarmu. 

Lantas?

Kumohon, jangan pernah berpikiran bahwa, jika aku tidak pernah bertanya secara langsung kepadamu bukan berarti aku tidak peduli. Atau jika aku tidak bertanya pada teman dekatmu, bukan berarti aku tidak memperhatikan dirimu.

-Pembicaraan pun terhenti.-

Kamu tidak akan pernah tahu. Apa yang ada di hatiku. Diam-diam aku mengamati dirimu. Tubuhmu yang tetap mengecil, bahkan kian mengurus. Tak mampu menterjemahkan sakit yang kau rasakan. Sebab, wajahmu selalu menunjukkan raut yang normal-maksudku lebih dari normal. Kamu sering tertawa dan jarang bersedih.

Tapi kadang aku memergoki dirimu sedang kesusahan menelan obat. Seringkali kelelahan. Wajahmu pucat pasi. Terus menerus batuk tiada henti. Bahkan hingga mengeluarkan air mata. Sampai-sampai orang lain mudah tertipu. Kamu sedang menangis atau terluka karena saking sakitnya?

Aku juga diam-diam menaruh simpati atas dirimu. Yang tak pernah sedikitpun membiarkan semua orang tahu atas rasa sakitmu. Tetap menyimpannya untuk diri sendiri. Hanya keluarga dan orang terdekatmu lah yang mengetahuinya.

Aku tahu, kamu malas juga dihujani berbagai pertanyaan tentang sakitmu. Atau kamu berpikir bahwa itu tidak terlalu penting untuk diumbar. Namun, satu hal yang pasti. Semua sakitmu akan digugurkan, jika kamu terima dengan lapang dada. 

Kamu percaya kan, bahwa aku selalu berusaha untuk tidak membuat dirimu khawatir. Sebab, kamu sendiri yang memintaku agar orang lain jangan sampai mengetahui perihal sakitmu. Kamu harus tetap semangat. Jangan mudah menyerah begitu saja. Aku, di sini terang-terangan meminta kesembuhan untukmu kepada Tuhan. Namun diam-diam malu untuk sekadar menanyakan kabarmu. Maaf, ya? Jangan marah, ya? Semangat selalu! :)

Untuk Mak Cik 

0 komentar