JURNAL #98_ PERIH(AL) ORANG JOGJA


Banyak pengalaman yang saya petik baru-baru ini. Seperti hari terakhir puasa kemarin, saya sedang berdiskusi bersama bapak. 

Sebetulnya, saban hari saya dan bapak selalu berdiskusi perihal apapun. Baik hal-hal bersifat duniawi, Ruhani, jasmani, maupun hal-hal konyol yang sering terlintas dalam laku saya. Tapi, kali ini saya ingin membagi percakapan antara saya dengan bapak.

Bapak, sampean tahu tidak kalau pada dasarnya orang Jogja asli itu selalu menerima apa adanya. Nggak terlalu mengejar asa. Meskipun sejatinya mereka bisa.

Ya iyha to mbak, kan semboyan e sendiri sudah jelas to. Nrimo ing pandum.

Iya ya pak. Sama seperti orang-orang yang sukses bangun usaha di Jogja ini. Ternyata sebagian besar dari mereka bukan orang Jogja asli. Tapi, kebanyakan adalah pendatang.

Iya Mbak. Orang Jogja hakikatnya nggak muluk-muluk.

Sepertinya juga, semboyan itu juga sudah mengakar dari dulu-dulu. Di mana sejak kecil sepertinya kita memang telah dididik untuk tidak terlalu ambisius dalam mengejar sesuatu.

Kalau bapak sendiri, memang tidak perlu terlalu dicapai duniawi itu. Sebab, takutnya kita nanti terlena. Sebab, zaman semakin canggih, dan orang-orang semakin canggih.

Tapi kan tidak semua orang terlena bapak? Kita juga tidak boleh berpikir negatif. Di luar sana, banyak juga kok yang mencapai dunia tapi juga tidak lupa akhirat.

Iya Mbak. Kan tadi bapak ngomongin bapak sendiri. Perihal tanggapan orang lain, biar menjadi milik mereka sendiri.

Ohiya, betul pak. Tapi sebenarnya, kita bisa lebih berusaha keras lagi untuk mendapatkan yang kita mau kan, bapak? Bukankah dalam kitab sendiri juga dijelaskan, bahwa kita harus bekerja keras dan berdoa untuk mendapatkan dunia dan seisinya?

Iya Mbak. Tapi tidak semua apa-apa yang kita inginkan itu bagus untuk kita. Ya, tapi setidaknya kita telah berusaha. Ya sama seperti bapak ini. Kalau sudah tua ya memang sudah begini. Sudah tidak ada hasrat menggebu-gebu untuk mencapai asa. Beda dengan mbak, yang masih muda.

Tapi kan, tidak semua orang begitu bapak. Ada juga yang tua tapi semangatnya yang masih membara. Ada yang muda tapi semangatnya nol persen seperti saya ini.

Iya Mbak. Tapi kan fokus setiap orang itu berbeda. Mereka mempunyai gol masing-masing. Seperti bapak ini misalnya, sudah tidak mampu lagi untuk mengejar duniawi. Dan yang dibutuhkan di usia senja seperti ini ya lebih mendekatkan diri pada Tuhan saja. Dan lagi, berbeda dengan orang lain yang seumuran dengan bapak. Mungkin mereka masih melanjutkan mimpi mereka. Masih melanjutkan menulis, mungkin. Masih memiliki beberapa gol yang harus dicapai.

Iya ya pak. Masing-masing orang itu memiliki niat masing-masing. Serta memiliki tujuan masing-masing. Jadi kita tidak bisa mendekte satu orang dengan yang lainnya sama seperti kita.

Iya Mbak. Besok mbak juga bakal mengalami tua sama seperti bapak. Sekarang mah belum begitu terasa mbak. Tapi ya tunggu saja. Siapa tahu, ya to?

Iya pak.

#diramu bersama Romo (bapake Inyong)
#diskusi harian
#asah asih asuh 


0 komentar