JURNAL #58_ AKU, BUKU, DAN LITERASI DALAM DUNIA DIGITAL

“Bagaimana aku bisa senang membaca buku, kalau kenyataannya aku lebih suka bermain-main dengan gawai? Bahkan, hanya menyentuhnya saja, sudah terasa sangat berat, apalagi membacanya?” kataku dalam hati ketika aku masih berstatus pelajar Sekolah Menengah Kejuruan.

  LITERASI hildarahmawatii.blogspot.com | blog kemdikbud

Pengalamanku Bersama Buku

            Bukankah tugas seorang pelajar hanyalah belajar, membaca, dan menulis? Tapi, sekujur tubuhku langsung menolak ketika berhadapan dengan beberapa buku saja! Sebegitu malasnya kah aku, atau memang aku sendiri yang tidak mau dan mampu mengontrol diriku sendiri? Atau, ada faktor lain yang mempengaruhi? Entahlah!

            Waktu itu, aku sempat berpikir bahwa aku tidak akan bersahabat dengan buku. Namun, sejak dulu orang tuaku ternyata selalu mendorongku untuk membaca tanpa kusadari. Ayah yang setiap paginya selalu meluangkan waktunya untuk membaca Al Qur’an, kemudian setelah itu dilanjutkan dengan membaca koran yang dilanggannya. Bahkan sore harinya, dia masih membaca Al Qur’an. Aku bahkan sering diajaknya mengaji bersama-sama, namun aku lebih memilih bermain dengan gawaiku. Sedangkan ibu, di samping membaca Al Qur’an di waktu pagi dan sore hari, dia juga rutin mengikuti acara pengajian mingguan yang diadakan di desa kami. Ibu juga sering mengajakku, namun aku jarang mengikutinya. Hanya aku dan adikku, yang masih suka bermain dengan dunia kami sendiri. Faktanya, kedua orang tuaku membuktikan bahwa mereka peduli dengan budaya literasi, khususnya membaca. 

            Sedari awal, aku memang sangat malas membaca buku. Hanya komik yang kusenangi, itupun jarang kubaca. Ibu juga pernah membelikanku beberapa komik kartun favoritku agar aku juga terbiasa membaca, tapi bahkan aku tidak membacanya sampai tuntas. Aku lebih memilih menonton kartunnya daripada membacanya. Jangankan komik, novel yang sedang booming di kalangan remaja saja, aku tidak ikut membelinya di toko buku. Apalagi pergi ke perpustakaan! Aku sama sekali bukan pelahap buku!

Gerbang Perjumpaan Pada Buku-Buku   

Namun, setahun kemudian, aku lulus dan melepas statusku sebagai pelajar. Hingga entah apa yang membuat diriku memutuskan mendaftar kuliah dengan jurusan Ilmu Perpustakaan dan akhirnya diterima di salah satu Perguruan Tinggi Negeri Yogyakarta. Mungkin, do’a ayah dan ibulah yang menuntunku sampai kesini. Sebenarnya waktu itu aku tidak mau melanjutkan kuliah dengan jurusan itu, karena sejak awal aku lebih fokus pada pilihan pertama dan kedua yaitu jurusan Sastra Inggris dan Sastra Indonesia, yang notabene pasti juga berhubungan dengan buku-buku. Namun, entah kenapa aku malah memasukkan jurusan Ilmu Perpustakaan juga ke dalam pilihanku yang terakhir. Tapi, aku justru malah diterima? Ya sudahlah!

            Betapa bahagianya orang tuaku waktu itu, ketika aku akhirnya masuk di jurusan itu. Berbeda denganku, sedikit bahagia yang kurasakan, namun sebenarnya banyak kegundahan dalam pikiranku. Astaga, aku ini ternyata kurang bersyukur! Akhirnya aku melanjutkan kuliah di sana sampai saat ini.

Aku Sebagai Panutan?

Terhitung dua tahun dari sekarang, aku menjadi seseorang yang mulai mencintai buku. Namun, aku belum menjadi pembaca yang rakus! Aku juga sudah mulai suka menulis. Akhirnya, aku harus menelurkan kebiasaanku ini kepada adikku, yang awalnya dia sangat malas menyentuh buku, minimal mau membaca satu halaman saja, aku sudah cukup senang.         

Aku juga harus banyak membaca, menulis, dan mengajari adikku agar tidak asyik dengan dunianya sendiri. Terutama di era digital ini. Sangat penting peran keluarga untuknya, terutama aku sebagai anak pertama yang menjadi panutan. Oh Tuhan, membaca saja masih berat kulakukan, apalagi menjadi panutan!

Membiasakan ke Perpustakaan

            Juni kemarin, adikku resmi menjadi pelajar Sekolah Menengah Pertama. Tapi, bukankah hal itu merupakan fase-fase dimana dia susah diatur? Tapi, aku tidak patah arang. Aku memintanya meminjamkan buku di perpustakaan. Awalnya dia sangat malas, itu pasti. Lalu di siang harinya, aku menjemputnya pulang dari sekolah dan menanyakan perihal buku yang dia pinjamkan tadi. Alangkah terkejutnya aku, ketika dia bilang bahwa dia lupa meminjamkan buku di perpustakaan. 

Aku langsung memintanya untuk meminjamkan buku di perpustakaan sekolahnya pada saat itu juga, agar dia juga terbiasa pergi ke perpustakaan. Siapa tahu, tiba-tiba dia tertarik dengan judul buku yang ada di sana. Beruntung, dia mau meminjamkan buku dan perpustakaannya belum tutup! Tapi, kalau dia tidak mau meminjamkan buku, aku biasanya akan menakut-nakutinya dengan ucapan bahwa “Kalau kamu tidak berusaha membaca banyak buku, mana mungkin kamu bisa menyelesaikan soal cerita sendiri. Apalagi sekarang kurikulum 2013 yang semakin susah, soal-soalnya kebanyakan main logika. Jika kamu tidak pandai membaca, tentu akan susah memahaminya! Apalagi hanya sekadar meminjamkan buku, mungkin saja kamu akan terbantu saat mengerjakan soal cerita nantinya! Bukankah kebaikan itu dibalas dengan kebaikan?” akhirnya dia lunak jika aku berkata kepadanya demikian. Sebab, dia selalu saja kesulitan dalam mengerjakan soal-soal cerita, namun sangat lancar jika mengerjakan soal-soal yang lain. 

Berburu Informasi di Dunia Digital          

Selain itu, aku juga sering mencari tips maupun materi di website agar adikku mau membaca. Baik itu koran, majalah, maupun buku elekronik dalam gawainya. Aku sangat beruntung ketika menemukan website milik Kemdikbud ini, yaitu “Sahabat Keluarga”. Ternyata, selain itu juga ada akun Instagramnya juga di sini. Kembali lagi ke topik, kenapa kukatakan bahwa aku beruntung? Begini ceritanya.

            Awalnya aku sangat mengagumi buku milik Emha Ainun Nadjib berkat ayah yang selalu melihat kajiannya lewat video di Youtube dan membaca koleksi bukunya melalui perpustakaan digital. Aku iseng-iseng mencari apakah ada, perpustakaan milik EAN ini. Akhirnya ketemu, ternyata lokasinya juga tidak jauh dari rumahku. Lalu, aku pun mengunjungi perpustakaanya bersama ayahku. Ah, betapa senangnya aku. Ternyata kami juga memiliki penulis favorit yang sama. Memang, buah tidak jatuh jauh dari pohonnya bukan?

            Tidak hanya itu, aku juga mengagumi Noe atau yang biasa disebut Sabrang, yaitu vokalis band Letto yang sekaligus merupakan anak dari Emha Ainun Nadjib. Aku baru tahu kalau Noe merupakan anak dari Emha ketika aku mengunjungi perpustakaanya. Nah, berkat keingintahuanku itu, aku langsung mencari artikel yang berhubungan dengan dengan Noe.

            Ketemu! Aku menemukannya dengan link yang menuju ke website Sahabat Keluarga. Di sana Noe membagikan pengalaman dalam mendidik anaknya serta beberapa tips yang lain. Karena aku sangat penasaran dengan website ini, akhirnya kubuka menunya satu per satu. Ternyata ada banyak sekali harta karun yang kutemukan disana. Aku dapat mempelajari tips mendidik anak-anak usia TK, SD, SMP, SMA, bahkan lintas usia. Tidak hanya itu, aku juga mendapat berbagai kumpulan inspirasi keluarga hebat, dongeng, materi pdf, poster, audio, opini, maupun artikel yang tentunya sangat penting untuk dibaca oleh orang tuaku dalam mendidik kami. Masih ada lagi, ternyata di website ini juga disediakan forum diskusi untuk tanya jawab seputar masalah keluarga. Akhirnya aku langsung membagikan link tersebut ke grup WhatsApp keluarga kami, yang beranggotakan aku, Ayah, Ibu, dan adikku.

            Aku memang sengaja membuat grup WhatsApp khusus keluarga, agar tidak perlu chatting pribadi. Di samping itu, kami juga saling mengikuti akun masing-masing di sosial media agar dapat memantau aktivitas satu sama lain.

Saling Peduli 

Ayah dan ibu juga sering menasehati dan memantau kami agar tidak mengikuti pergaulan yang kurang sehat. Tidak melihat konten-konten yang belum cukup umur. Tidak terpaku terus menerus terhadap gawai dan tidak mengacuhkan lingkungan sekitar. Serta berhati-hati terhadap orang asing, karena di era digital ini selain marak terjadinya penipuan, terjadi juga pelecehan seksual. Tentu, mereka selalu berusaha melindungi kami dari dunia digital ini.

Ayah mengikuti beberapa sosialisasi di sekolah terkait dengan perkembangan adikku. Mengikuti beberapa sosialisasi dan banyak-banyak membaca, tentu akan berdampak besar bagi perilaku dan pendidikan adikku nantinya. Beruntung, di sekolahnya sudah menerapkan Gerakan Literasi Sekolah, yaitu kegiatan membaca selain buku pelajaran, sebelum jam pelajaran pertama dimulai. Jadi tidak ada alasan untuk tidak membaca. Berikut ini buku dari Kemdikbud yang didapatkan ayah saat mengikuti sosialisasi di sekolah adikku.

KEMDIKBUD SAHABAT KELUARGA hildarahmawatii.blogspot.com | blog kemdikbud

Di sisi lain, aku sering diingatkan ibu agar tidak lupa untuk mendorong adikku belajar. Dia juga sering meminta adikku lebih banyak membaca, menemani dan membantunya dalam belajar, maupun membaca buku bersama-sama.  

Aku menyarankan adikku untuk menginstal aplikasi perpustakaan digital di gawainya agar bisa membaca bacaan favoritnya, yaitu komik dan cerita berhantu. Beruntung, di era ini zaman sudah semakin maju, perpustakaan fisik juga semakin berkembang menjadi perpustakaan digital. 

Wisata Edukasi Alternatif

            Aku juga sering mengajak keluargaku wisata edukasi sekaligus rekreasi seperti pergi ke beberapa museum, perpustakaan, dan toko buku untuk meningkatkan ilmu pengetahuan. Atau bahkan cukup di rumah saja, lalu membuat berbagai kreasi, bahkan menonton film bersama. Berikut ini beberapa kegiatan kami.

KREASI  hildarahmawatii.blogspot.com | blog kemdikbud
 Membuat Kreasi Handmade

KEGIATAN hildarahmawatii.blogspot.com | blog kemdikbud 
Mengikuti Kegiatan Membatik di Museum 

FILM hildarahmawatii.blogspot.com | blog kemdikbud
Menonton Film Dokumenter Perjuangan Pahlawan

PAHLAWAN hildarahmawatii.blogspot.com | blog kemdikbud
Melihat Miniatur Pahlawan

BERBURU BUKU hildarahmawatii.blogspot.com | blog kemdikbud
Berburu Buku

MENDAFTAR SEKOLAH hildarahmawatii.blogspot.com | blog kemdikbud
Mendaftar di Sekolah Baru

HOAX di Era Digital

            Pernah suatu ketika adikku menyebarkan berita HOAX di sosial media. Aku begitu kesal, namun aku tidak sepatutnya marah, karena aku sendiri tahu bahwa dia masih harus banyak belajar. Terlebih, dia masih pelajar. Bukankah tugas keluarga juga saling mengingatkan?

            Jadi begini ceritanya, adikku ini menyebarkan sebuah pesan berantai yang intinya kita akan mengalami keracunan ketika memakan mi XXX. Hal ini diungkap oleh Dr XXX dan Info KemenKes RI. Padahal, setelah kutelusuri ulang, ternyata Dr tersebut tidak mengungkapkan demikian. Ada sumber juga yang menjelaskan bahwa pesan berantai tersebut adalah HOAX. Akhirnya kuberitahu dia, bagaimana cara mencari informasi yang valid, mengecek kebenaran informasi tersebut, dan berhati-hati dalam membagikan informasi di berbagai sosial media. Termasuk kepada ayah dan ibu juga, agar mereka tidak mudah percaya terhadap pesan berantai di berbagai sosial media, karena belum tentu benar keberadaannya.

Menghadapi Era Digital

Syukurlah, perlahan-lahan adikku mulai kritis dalam membaca dan tanggap terhadap literasi digital. Saat aku mengecek sosial medianya, ternyata dia beberapa kali memperingatkan agar tidak membagikan berita HOAX kepada kawan-kawannya melalui sosial media. Perubahan yang tak terduga, kataku dalam hati. Pernah suatu ketika saat aku menjemputnya pulang dari sekolah, aku asal bertanya seperti ini.

“Tadi pelajarannya gimana? Ada hal yang menyenangkan atau menyedihkan nggak?”
 “Ada sih, terutama banyak yang menyedihkan,” jawabnya.
“Apaan? kamu bisa sedih? Kamu apa temenmu yang jadi korban?” Aku khawatir kalau-kalau dia terkena bullying.
“Ah, Mbak itu kepo!” Tapi, akhirnya dia mau cerita setelah kudesak. Untunglah itu bukan bullying.
“Lalu, jika ada jam kosong biasanya kamu ngapain?”  
“Ya baca buku, mau ngapain lagi?”
“Yang bener?”
“Kalau nggak ya ke perpustakaan.”
Aku menatapnya dalam kaca spion. Tak ada kalimat kebohongan yang terpancar dari ke dua bola matanya. Aku langsung terdiam. Seperti mimpi.

Akhirnya, keluarga kami mulai terbiasa setiap hari dan saling mengingatkan kegiatan berliterasi. Khususnya dalam hal membaca maupun literasi digital, yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kemajuan pendidikan. Bukankah kita bisa senang membaca, jika terbiasa membacanya?

Aku sangat senang, dengan banyak membaca aku bisa membagikan ilmu apa saja yang kumiliki agar orang-orang, terutama kepada keluargaku agar tidak terjerumus ke dalam ganasnya berita HOAX serta mampu memilah informasi yang valid saat terjadinya ledakan informasi di era ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca yang budiman. Terima kasih sudah mau meluangkan waktu untuk membaca.


 
Yogyakarta, Agustus 2018 




#sahabatkeluarga 
#pelibatan keluarga pada penyelenggaraan pendidikan di era kekinian
#literasi

0 komentar