JURNAL #69_ "TEMAN" BARUKU

Di kampusku, aku senang sekali mengunjungi tempat-tempat baru selain fakultasku. Entah itu gedung lama, gedung baru, ruang perpustakaan fakultas lain, maupun sekadar melihat-lihat ruang kelas fakultas sebelah! Hahaha! Oh, iya selain aku mendapatkan spot-spot baru yang menarik, aku juga mempunyai cerita yang menurutku menarik di gedung pascasarjana.


Eh, cobalah kalian sesekali masuk ke gedung pascasarjana (kalau ada). Bandingkan dengan gedung sarjana. Pasti banyak banget perbedaannya. Kalau di gedung sarjana kita rame dan berisik, lain halnya dengan gedung pascasarjana. Di sana ayem-ayem wae, tidak ada yang “braok” atau kekanakan macam saya! Hahaha.

Iyalah, semakin orang bertambah umur maupun tinggi pendidikannya kan seharusnya memang harus lebih bersikap bijaksana dan bertanggung jawab. Jadi bawaannya seneng gitu, kalau ngliatin orang-orang yang kalem, ga banyak omong tapi tiba-tiba kalau bicara itu ngena banget. Ahaha… Okay, kembali ke akar masalah.

Perlu kutekankan ya, bahwa di gedung pascasarjana di tempatku itu suasananya sangat sepi. Saking sepinya perpustakaannya pun tidak pernah buka pula. Hahaha! Oh iya, di sana adalah tempat paling nyaman untuk numpang WiFi an, sholat, tidur, dan sekadar membuang segala macam air, (tahu kan maksudku?) hahaha.

Eh, sekarang aku malah merasa senang berteman dengan mereka. Entah, sejak kapan? Padahal, dulu bahkan mendengar deru suaranya saja sudah begidik ngeri. Apalagi menonton film horror. Wkwk. Tapi, cerita ini merupakan salah satu ceritaku yang paling Islami berkenalan dengan mereka. Bukannya takut, aku justru senang saat berkenalan dengan mereka-mereka ini. Hahaha.

Waktu itu, aku masuk ke gedung pascasarjana. Hm, semoga saja kelak aku bisa meneruskan ke pascasarjana. Hahaha! Sebenarnya aku hanya ingin sekadar menengok-nengok saja. Kebetulan aku juga melewati salah satu ruangannya. Kulihat kenapa lampu di ruangannya itu kedap-kedip terus. Waktu itu pas sekali di hari jumat, di siang bolong.

Tanpa ba-bi-bu, langsung saja aku setengah masuk di bibir pintu. Aku berdiri tepat di samping pintu, mencari-cari di mana arah saklar lampunya. Eh, ternyata kok kucari di samping pintu tidak ada, di dekat papan tulis juga tidak ada, sebenarnya di mana sih? Ah, mungkin ada di belakang sana. Tapi, setelah kupikir-pikir lagi ternyata aku ini tidak sopan ya? Main nyelonong masuk ke ambang pintu!

 Hmm, yang niatnya tadi mau matiin saklar lampu jadi gugur deh. Karena itu bukan hakku untuk “mematikannya” bukan? Siapa tahu ternyata mereka sedang berdiskusi untuk membahas cara berteman dengan orang-orang lain, atau belajar ilmu agama di kampusku, atau sedang berdebat antara satu yang lainnya. Sehingga lampunya juga ikut kedap-kedip… wkwk.

Akhirnya aku meminta maaf kepada mereka. “Bismillahirrahmanirrahim, maaf yaa mengganggu. Assalamu’alaikum.” Tahu apa yang terjadi? Mereka langsung menerimaku. Kalau boleh kuterjemahkan, mungkin mereka memaafkanku. Dengan cara, lampu yang kedap-kedip itu langsung mati. Aku langsung tersenyum. Oh, terima kasih tanpa kusuruh, ternyata kalian sudah peka. Langsung mematikan lampu dengan sendirinya.

Aku pamit, langsung pergi. Tapi, beberapa langkah kemudian hatiku tergerak untuk kembali lagi menemui mereka. Baru, ditinggal beberapa detik saja mereka sudah kembali berpesta. Lampu ruangan kembali berkedap-kedip. Dasar, dasar, teman-teman nakal. Mungkin mereka seperti aku, diam-diam tapi nakal ya? Hahaha…. Hmm, tak tega aku membunuh kebahagiaan mereka. Okey, baiklah kutinggalkan mereka berpesta di bawah kelap-kelipnya lampu. Selamat berpesta!


Aku jadi teringat, cerita tentang temanku yang langsung menginap di tempat kos temannya saat dia setengah mati ketakutan karena lampu kos di kamarnya sendiri yang tiba-tiba kelap-kelip. Padahal di kamar teman-teman lainnya saja tidak. Hahaha!
“Katakan padaku hil, siapa yang membuat cerita-ceritamu ini hidup?”
“Siapa ya? Tuhan?”
“Kamu harus berterima kasih kepada siapa?”
“Tuhan?”
“Bersyukur pada siapa?”
“Tuhan”
“Kalau kau baca cepat jadi siapa?”
“Tuhantuhantu?”
“Jadi, kau tahu harus berterima kasih kepada siapa?”
“Tuhanku, Hantu!”
“Jangan panggil aku seperti itu. Terlalu kasar!”
“Baik, kupanggil kau teman baruku saja ya?”
“Aku suka itu”
“Aku juga”
“Senang mengenalmu”
“Begitu juga aku”
“Jangan lupa bersyukur pada penciptamu hil, kamu tidak mau kan jadi seperti diriku?”
“Loh, kenapa?”
“Gentayangan”
“Tidak, semua sudah terlanjur terjadi. Kenapa harus disesali? Aku senang bisa mengenalmu, dengan begitu aku bisa belajar denganmu. Terima kasih sudah banyak menasehatiku”
            “Kau yakin?”
“Kenapa tidak?”
“Berarti aku boleh sering-sering nampak di hadapanmu?”
“Oh, jangan. Itu akan membuatku kaget.”
“Kalau begitu, bolehkah aku mampir di lubuk hatimu?”
“Jangan ya, kumohon kita menjadi teman saja.”
“Kenapa?”
“Aku masih mencintai Kekasihku. Satu-satunya Dia di hatiku.”
“Berarti aku tidak ada tempat untukmu?”
“Maaf ya, kita jadi teman saja ya?”
“Baiklah…”
“Sampai jumpa”
“Sampai jumpa”

NB : Jangan biarkan hatimu kosong. Isilah dengan cinta dariNya. Karena kamu tidak akan pernah tahu, bahwa tanpa seizinmu mereka akan sesuka hati mampir dan menetap di hati orang-orang yang galau, bersedih hati, dan hati orang-orang yang jauh dari Tuhan. 

Kekasihku, tetaplah menjadi nomor satu di hatiku.

#penghambaan
#cinta
#kasihsayang
#temanbaru
#Tuhantuhantu
#bersyukur


Terima kasih telah membaca tulisan saya.
Semoga bermanfaat yaaa!

0 komentar