JURNAL #72_ KECELAKAAN

Apa reaksimu jika melihat orang kecelakaan di jalan? Refleks, pasti kamu bakal ikut terenyuh, kan? Lalu, bagaimana jika kecelakaan itu terjadi pada dirimu sendiri? Aku ingin banyak bertanya perihal kecelakaan.

Bukankah kecelakaan itu terjadi ketika ada salah seorang pihak yang tidak sengaja melakukan kesalahan? Atau, bisa juga salah seorang tersebut belum bisa mengendalikan egonya, kan?

Aku membahas ini bukan karena kenapa-napa. Hanya saja, banyak saja "kecelakaan" yang terjadi di sekeliling kita. Tahu kan, maksudku?

Atau, aku ingin membahasnya bukan karena aku sedang mengalami kecelakaan! Hey, pasti kita sering mengalami kecelakaan, bukan? 

Aku membahas ini karena, ada salah seorang kawanku beberapa waktu lalu yang meninggal dunia akibat kecelakaan di jalan raya. 

Aku, dalam mimpiku beberapa tahun lalu pernah bermimpi bahwa aku kelak akan mati di jalan karena kecelakaan. Mimpi tersebut terus menerus terngiang dalam otakku. 

Jujur, aku ini memang tipe orang yang mudah lupa. Namun, dalam konteks ini aku tidak bisa melupakannya barang sedetikpun. Aku juga tidak dapat menafsirkan mimpiku itu benar adanya. Bukankah itu mimpi? Tapi, itu kan pertanda. Agar aku tidak terlalu banyak gaya di jalan, bukan? 

Ah, yaaa. Tapi, apa yang sepatutnya kita lakukan terhadap kecelakaan-kecelakaan tersebut? Tergantung konteksnya. Seperti kisah kawanku yang satunya.

Minggu lalu, dia mendapati orang yang sedang kecelakaan di jalan raya. Persis, di hadapannya. Bruuuk! Keduanya jatuh dan gontai. Mereka sama-sama memakai kendaraan bermotor. Sedangkan orang yang berada di depan kawanku tadi menjadi korbannya. Darah yang deras mengucur dari tangan dan kakinya. Bau amis dan anyir pun mulai tercium. Beruntung, temanku tadi tidak kenapa-napa. Tapi sayang, dia berkata padaku tidak dapat berbuat banyak karena takut darah.

Hal pertama yang dilakukannya adalah membuka resleting di tasnya lalu memunculkan telepon pintarnya. Kemudian dia memfoto kondisi sang korban, pelaku, beserta motor mereka. Dia mengeluh kepadaku, "Tadi ada orang menyeletuk kepadaku. Begini bilangnya." 

"Bukannya ditolong, malah keluarin hp sih, Mbak!"
Temanku itu pun ingin mengumpat rasanya. Namun berusaha menahannya untuk tidak mengumbar emosinya. (salut saya, hhh)

Lalu, dia bilang kepadaku seperti ini, "Eh, ya gimana ya. Aku mau nolong tapi takut sama darah. Lihat darah aja udah lemes. Sebagai bentuk menolong, akhirnya aku pun memutuskan untuk memfoto kondisi mereka beserta sepeda motornya. Siapa tahu, nanti bisa dijadikan bukti. Atau, aku posting di Info Cegatan Jogja biar orang lebih berhati-hati saat di jalan. Kan, niat aku bagus ya? Kenapa, orang lain itu nganggep negthink saat mereka nggak tahu apa-apa. Memang siapa mereka? Berani-beraninya menilai orang lain. Padahal mereka saja belum benar menilai dirinya sendiri!"

"Hey,hey. Hey, tayo! Ehee. Tenang. Kamu sadar nggak, yang kamu ceritain barusan itu juga termasuk negthink lo. Kamu bilang mereka nggak berhak menilai kamu. Padahal, kamu kan bisa saja berpikir positif. Oh, mungkin orang itu sedang panik. Makanya menegurku seperti itu. Aku tahu, kamu sedikit emosi. Selama aku yang menjadi telinga bagimu, itu nggak masalah kok. Ion negatifmu bakal kuubah jadi sangobion. Wkwk."

"Lucu! Nah mulai lagi, kan?" 

"Hhh. Aku juga selalu bilang ke diriku sendiri bahwa. Oh, ternyata yang kupandang negatif itu tidak selamanya negatif. Contohnya kamu. Kamu malah foto korban tadi. Padahal, kalau dilogika, orang seharusnya nolong ya nolong aja. Nolong berbentuk tangan. Yang bisa dilihat oleh mata orang lain! Bukan bentuk menolong yang abstrak, sama seperti yang kamu lakukan. Aku jadi ingat, suatu bacaan dalam kitab itu. Bahwa apa yang kamu anggap baik belum tentu baik bagimu. Dan juga, apa yang kamu anggap tidak baik, belum tentu tidak baik bagimu. Ah, hari ini aku belajar banyak lagi. Hhh."

"Nah, kan kumat lagi."

"Aku senang, selalu belajar dari kehidupan. Terutama, belajar dari perjalanan hidupku, baik jasmani maupun rohaniku ini sampai detik ini. Hhh."

"Ya, kamu selalu bilang. Bahwa hidup itu adalah perjalanan. Dan setiap perjalanan adalah pembelajaran. Sudah bebal kupingku ini. Hmmm."

"Hhh. Yaaa. Karena aku memang suka berkelakar santai seperti ini, wkwk.

" Iya, aku tahu. Mau makan kapan? "

" Makan terus, perasaan? Hhh. "


#kapanterakhirkali kamuberpikirpositif?
#kontemplasi

0 komentar