JURNAL #73_ DITEMPA(TKAN) DI PERPUSTAKAAN EAN

Aku memiliki pengalaman unik sekaligus religius kalau boleh dibilang, saat pertama kali ditugasi mengolah perpustakaan di Yogyakarta, yaitu perpustakaan EAN. Apa yang membuat unik dan religius? Begini ceritanya. 

Awalnya, kami mahasiswa ilmu perpustakaan ditugasi mengolah perpustakaan yang benar-benar membutuhkan di sekitar Yogyakarta. Tugas kami adalah membantu mengelola perpustakaan mereka.

Waktu itu, ada beberapa tempat yang disarankan oleh dosen kami. Nah, diantara tempat-tempat tersebut perpustakaan EAN masuk di dalamnya. Akan tetapi, yang mendapatkan tugas mengelola perpustakaan EAN tersebut ternyata diacak alias diundi. 

Waktu itu, beberapa anggota dalam timku sempat tidak begitu berminat terhadap Perpustakaan EAN. Tahu sendirian? EAN itu siapa, EAN itu Emha Ainun Nadjib. Di benak mereka, pasti amatlah sulit mengelola perpustakaan tersebut karena masuk ke dalam rekomendasi dosen kami. Beberapa diantaranya berdoa, agar kelompok kami tidak kebagian tugas mengelola di perpustakaan EAN. 

Padahal, aku sudah memiliki firasat bahwa nanti kelompokku ini akan dibawa ke perpustakaan EAN. Kenapa? Entah, seperti ada yang membisikku seperti itu. Hhh. Nah, ternyata benar. Kelompok kami benar-benar mengelola di perpustakaan EAN. Betapa senangnya aku waktu itu. Tapi, tak ada seorangpun yang mengetahui kebahagiaanku waktu itu. Cukup aku dan Dia saja yang mengetahui. Hhh. 

Tapi, aku sangat senang kawan. Hhh. Karena, selain itu aku juga pernah memimpikan Cak Nun alias Emha Ainun Nadjib. Di dalam mimpi tersebut, aku bertatap muka dengan beliau. Seolah-olah sedang bercakap-cakap. Dua kali, aku bermimpi tentang beliau dan dengan mimpi yang sama. Di sana, aku menemukan aura yang sangat positif. Malam yang berpendaran, lalu hening dalam kekhusyukan, dan aku menikmati suasana itu, bersama beliau dan bersamaNya. 

Sepanjang sejarah, aku tidak pernah memimpikan seorang artis, ustad, maupun orang terkenal lainnya. Namun, beliau ini dengan segala kerendahan hatinya dan dengan izin dariNya berkenan masuk ke dalam mimpi saya. Hhh. *speechless* 

Kembali lagi ke dalam topik. Tugas kami di perpustakaan EAN pun bisa dibilang cukup santai tapi juga sedikit serius. Kalian belum tahu, tegangnya kami sewaktu berhadapan dengan pimpinan perpustakaannya, betapa bingungnya kami dengan kegiatan apa saja yang akan direncanakan, dan betapa mepet deadline yang dijadwalkan. 

Namun, pihak pengelola perpustakaan EAN tersebut sangat menyambut baik kedatangan kami dalam rangka membantu mengelola perpustakaan EAN. Mereka sangat terbuka dengan kami, dan berharap bisa saling belajar dan bekerjasama. 

Dalam waktu kurang lebih satu setengah bulan, kami mengelola perpustakaan tersebut. Mulai dari ngelap buku-buku, reshelving, mengadakan pelatihan penulisan, lalu mengadakan berbagai lomba diantaranya lomba resensi buku Cak Nun, lomba mewarnai, dan menggambar. 

Bonus yang tak pernah terduga dari kami adalah, pihak perpustakaan EAN sesekali menyiapkan konsumsi untuk kami. Baik berupa cemilan, minuman dari Syini Coffee, maupun makan siang. Ah, aku lupa! Kami juga diberikan majalah Cak Nun dan juga kumpulan syair milik vokalis Letto yang sekaligus sebagai anaknya Cak Nun. 

Teman-teman kami yang berasal dari kelompok lain pun tak kalah tertarik untuk mengelola di perpustakaan kami. Tak jarang, beberapa diantaranya ikut serta membantu kami, maupun sekadar ikut main saja. Hhh. 

Yang paling tergiang dibenakku adalah kami disuruh membuat esai di pelatihan menulis tersebut. Kami diminta untuk membuat esai tentang perpustakaan EAN. Dan masing-masing dari kami memiliki harus mencari keunikan yang ada di balik perpustakaan EAN tersebut. Dan sayangnya, kenapa saya memilih tema tentang Maiyah. Padahal, itu sulit. Saat itu, saya juga tidak tahu mengapa mau memilih tema tersebut. Ah, yang sudah terlanjur tidak perlu disesali bukan? Toh, kita bisa belajar darinya. Bahkan, sesuatu yang kita anggap sulit pun akan terasa mudah jika sudah terbiasa melakukan hal-hal sulit tersebut. Wkwk. 

Aku waktu itu senang sekali, pas diadakan lomba resensi buku Cak Nun. Tapi diurungkan karena waktunya yang mendesak. Hingga akhirnya, lomba mewarnai dan menggambar lah yang masih bertahan. Hhh. 

Nah, di lomba tersebut kami hanya asal menargetkan peserta sebanyak 50 anak. Palingan yang ikut cuma 20 anak. Namun, pas di hari tiga (kalau saya tidak salah) peserta sudah mencapai target. Lalu, dari pihak perpustakaan EAN sendiri menambahkannya untuk menjadi 55 anak. Karena nanggung, akhirnya kami menaikkannya sekaligus menjadi 60 orang. Namun, di hari selanjutnya peserta yang mendaftar semakin banyak. Akhirnya, kami menetapkan menjadi 70 anak. Di luar ekspektasi. Hhh. 

Aku, yang tidak pernah berangkat rapat tahu tahu h min 1 disuruh bikin banner dan kelabakan. Aku juga dijadikan tumbal di sana. Aku bertugas mendesain piagam lomba, banner, stiker, dsb. Namun, aku sangat menik(mati)nya karena mati-matian revisi. Hhh. Tapi, aku sungguh menikmatinya. Wkwk. 

Setelah lomba mewarnai dan menggambar tersebut usai, lantas aku kembali tergiang oleh tulisan esaiku tentang Maiyah itu. Ah, dari ke-12 temanku. Hanya aku seorang, yang tulisannya disuruh menambahkan kontennya. Aku sedikit tertohok. Kenapa juga dulu aku milih tema yang susah. Kan, akhirnya aku merevisi tulisanku 2x. Dulu pernah direvisi. Lalu, kali ini juga. Oh, Tuhan! Aku memang ditempa belajar menulis serius kalau seperti ini caranya. Aku sangat menik(mati) menulis esai ini juga. Sampai-sampai hati pun harus kukorbankan. Hhh. 

Lalu, aku kembali teringat. Kami masih harus menyelesaikan misi lagi. Membuat SOP untuk perpustakaan EAN dan mencari artikel yang berhubungan dengan Cak Nun. Oh, terima kasih perpustakaan EAN. Aku banyak belajar darimu. 

Satu lagi, kegiatan yang (sebenarnya) wajib kami ikuti selama ikut mengelola di sana adalah diskusi sewelasan. Yaitu setiap tanggal sebelas. Aku sebenarnya sangat suka diskusi buku, terutama yang berhubungan dengan sastra, agama, dan tematik. Tapi sayangnya acaranya pasti malam hari sampai dengan tengah hari. Padahal, aku tidak pernah kuat untuk melek sampai malam, apalagi pagi buta! Hhh. 

Ah, maaf ya. Mungkin aku terlalu berpanjang lebar. Tapi intinya, aku sangat senang. Bisa belajar dari perpustakaan EAN, belajar Maiyah, dan masih banyak lagi. Semoga saja, apa yang kami lakukan untuk mereka juga ikut memberikan kesan tersendiri meskipun itu kecil, asalkan bermanfaat. Eheeee. 

Ssst. Akan ada kejutan spesial untuk kalian. Saya menjadi salah satu kontributor penulis di perpustakaan EAN lo. Nantikan buku saya selanjutnya ya! Wkwk. 

Oh iya, masing-masing dari kami juga ikut menulis Blog selama kegiatan pengelolaan di perpustakaan EAN berlangsung. Kunjungi blog yang kami buat juga ya! Ehee. 
http://sampeancaknun.blogspot.com/?m=1

#modal perpustakaan EAN ini berasal dari modal sosial
#ditempa 
#atau dijadikan tumbal? 
#kukira aku bisa mengambil benang merahnya, bahwa setiap hari aku belajar dari perjalanan 


0 komentar