Yang namanya jodoh mah gak kenal waktu dan tempat, ya nggak?
Beberapa waktu lalu emang kangen banget bikin postingan blog. Tapi pasti ada
aja alasan buat nggak ngeblog. Untungnya kali ini kok ada tugas bikin postingan
di blog. Nah, pas banget kan? Kayak jodoh? Baru kangen dan pingin ngeblog aja
udah langsung didenger dan kejadian. Hmm, semoga aja kalau kangen dan pingin
ketemu sama orang langsung didenger dan kejadian juga. Ewqwq…
Well, 27 Februari
kemarin kami (Mahasiswa Ilmu Perpustakaan) ditugaskan untuk meliput kebudayaan
maupun kesenian di Yogyakarta. Simple aja sih, kita tinggal siapin
Android buat ngrekam foto, video, maupun suara yang ada disana buat jadi
dokumentasi. Selain itu, alat tulis seperti kertas dan pena yang dibutuhkan
oleh para pemburu berita pada umumnya.
Keesokan harinya, saya mengajak teman-teman Saya (yang notabene
kebanyakan cewek) untuk pergi melihat pameran lukisan di Bentara Budaya
Yogyakarta. Awalnya kami masih termangu-mangu dan ragu, “Masuknya bayar gak ya?
Asyik gak ya disana? Buat umum gak sih, Jangan-jangan enggak? Tempatnya aja
nggak tahu kan? Dan berbagai sambatan lain…” <Tapi meskipun dengan kakean
sambat seperti itu, kami akhirnya berangkat juga, ewqwq.>
Ini kali kedua Saya pergi ke pameran lukisan. Terakhir sudah sejak
zaman SD dulu bersama Ayahanda tercinta. Menilik lukisan seniman besar yang
mendunia yaitu Affandi. Eh, la ndilalahnya kok sekarang kuliahnya juga
dekat Museum Affandi.. <flashback, ewqwq>
Pameran lukisan yang sedang diselenggarakan ini berjudul “Menjemput
Kebahagiaan” dan sudah berlangsung dari 20 Februari s.d. 28 Februari 2018 pada
pukul 09.00 s.d. 21.00 WIB. Pada hari terahir itulah kami mendatangi lokasinya.
Ternyata dekat dengan Gramedia Yogyakarta, Perpustakaan Kota Yogyakarta, Kantor
KOMPAS Gramedia Yogyakarta, dan bahkan Saya sering melewatinya setiap hari.
Namun tak pernah ngeh bahwa itu tempatnya. Ewqwq…
Sesampainya di lokasi, segala tetek bengek tadi terpecahkan. Di
Bentara Budaya Yogyakarta ini terbuka untuk umum. Parkir nggak bayar, masuk
nggak bayar, foto pun nggak bayar, semua akses benar-benar dimudahkan untuk pengunjungnya.
Hmm… jadi keinget, perpustakaan. Tujuan perpustakaan juga memudahkan dan
memuaskan penggunanya kan? Ewqwq.
Kali pertama kesana, rasanya krik-krik banget. Gimana nggak?
Pas melongok ke dalam ruangan, ternyata banyak banget cowok berambut gondrong,
brindil, berwajah jenggotan, tapi tetep dengan gaya yang kasual (santai dan
sederhana). Kalau boleh Saya tebak, mungkin mereka keturunan darah seniman. Atau
khasnya para pecinta seni gitu lah. Tapi bodoh amat. Kita yang dari
kejauhan udah pakai kerudung kaya gini tetep aja nekad masuk. Tanggung banget,
udah sampe juga. Toh ternyata mereka juga nggak gimana-gimana sama kita. Tetep welcome.
Dan nggak nganggep teroris. Ewqwq.
Begitu masuk, ada sebuah tempat duduk memanjang yang diperuntukan bagi
para pengunjung untuk menikmati maha karya dari sang pelukis tersebut.
And this is orang-orangnya,
rame banget euy, belum yang di sisi lainnya!!!
Eits, sebelum kita
menikmati karya tersebut. Tentunya kita harus ngisi buku tamu dong. Tenang aja,
cuma suruh ngisi nama, nomer WA, dan alamat aja. Buat apaan? <Buat di WA
sama adminnya lalu dilamar / -_-> Ya biar tahu jumlah pengunjungnya lah.
Ewqwq… Terakhir saya lihat, ternyata banyak juga peminatnya. Di buku tamu
tersebut, angka jumlah pengunjungnya hampir memasuki ribuan. Nah, ini dia,
pengisian buku tamunya berada di sisi kiri, persis di samping pintu masuk.
Di sebelah kanan pintu masuk, kita akan menemukan selembar tulisan
besar yang berisi garis besar pameran lukisan tersebut.
Dituturkan oleh Penulis yaitu I Gede Arya Sucitra bahwa karya-karya
yang dipamerkan tersebut merupakan buah hasil dari seniman Bali, yaitu I Wayan
Noviantara, I Putu Adi Suanjaya, I Wayan Sudarsana, dan I Wayan Bayu Mandira. Lalu
mereka berempat menggabungkan diri dalam sebuah kelompok yang bernama SAKAPAT.
Mereka menyampaikan berbagai problematika kehidupan sehari-hari,
hubungan sosial, maupun hubungan manusia dengan alam dan Tuhannya melalui karya
seni yang telah dibuat untuk memaknai hakikat “kebahagiaan” secara lahir dan
batin.
Disana terdapat delapan buah lukisan yang diletakkan secara random.
Di samping lukisan tersebut biasanya ada kertas kecil yang memang sengaja
ditempel di tembok. Tulisan itu berisi keterangan dari lukisan tersebut,
seperti nama pelukis, judul lukisan, tahun pembuatan, bahan yang digunakan, dan
ukuran kanvas. Contohnya seperti berikut ini.
Lukisan Pertama “Hero in Future”
Keterangan Lukisan Pertama “Hero in Future”
Lukisan Kedua “Berguru”
Keterangan Lukisan Kedua “Berguru”
Lukisan Ketiga “Keluarga Cili”
Keterangan Lukisan Ketiga “Keluarga Cili”
Lukisan Keempat “Sesudah Panen”
Keterangan Lukisan Keempat “Sesudah Panen”
Lukisan Kelima “Lepas”
Keterangan Lukisan Kelima “Lepas”
Lukisan Keenam “Parasitisme”
Keterangan Lukisan Keenam “Parasitisme”
Lukisan Ketujuh “Tabuhrah #1 dan #2”
Keterangan Lukisan Ketujuh “Tabuhrah #1 dan #2”
Ternyata. Disana tidak hanya lukisan yang terpajang. Namun ada
sebuah ruangan yang di dalamnya menyimpan lampu kelap-kelip semacam lampu
diskotik seperti berikut ini.
Tampilan Video “The Power of Energy #1
Keterangan Tampilan Video “The Power of Energy #1
Ada pula sebuah televisi LCD yang menayangkan tampilan video
singkat pattern.
Tampilan Video “The Power of Energy #2”
Keterangan Tampilan Video “The Power of Energy #2”
And, last but not least. Sesi dokumentasi berkedok narsisme.. This is, we are… Can you find me? Ewqwq…
Dan salah seorang yang tiba-tiba menjadi penyusup dan cowok
sendiri. Ewqwq…
Terima kasih sudah mau meluangkan untuk membaca. Sampai
bertemu pada postingan selanjutnya yaak…
#IDKS2018
#Library
#Librarian
#Perpustakaan
#BarisanTugasZamanNow