Tuhan Pun Berpuasa



Kalau kaca jiwamu masih kotor oleh dunia, jangan minta cahaya akan memancar dengan jernih atasmu. Jadi bertapalah dengan puasamu. Bersunyilah dengan iktikafmu. Menghadaplah dengan lapar dan hausmu. Membeninglah dengan rukuk dan sujudmu. Puasa mengantarkanmu menjauh dari kefanaan dunia, sehingga engkau mendekat ke alam spiritualis. Puasa meninggalkan pemberat pundak, nafsu pengotor hati, serta pemilikan penjerat kaki kesurgaanmu.
Puasa adalah pekerjaan menahan di tengah kebiasaan menumpahkan, atau mengendalikan di tengah tradisi melampiaskan. Pada skala yang besar nanti kita bertemu dengan tesis ini : ekonomi-industri-konsumsi itu mengajak manusia untuk melampiaskan, sementara agama mengajak manusia untuk menahan dan mengendalikan.
Jadi, puasa itu terkadang bersifat sebagai keharusan, terkadang berupa menahan, di saat yang lain bersifat memaksa. Hakikat puasa dengan demikian mengajarimu untuk menghayati bahwa dalam kehidupan ini engkau tidak hanya bergaul dengan hak, tapi juga dengan kewajiban, larangan, dan ajaran.
Yang sepenuhnya harus kita urus adalah receiver spiritual untuk kemungkinan menerima Lailatul Qadr. Mulai dari kebersihan jiwa, kejernihan ruh, kelembutan hati, keadilan pikiran, kepenuhan iman, totalitas iman, dan kepasrahan kita. Itulah yang harus kita maksimalkan sekarang ini.
Entah siapa yang mendidikku dulu sehingga kini menjadi manusia paling rewel. Aku sering kewalahan menghadapi diriku sendiri. Yang Nadjib tentram-tentram dan dingin saja, yang Ainun bias santun dan akomodatif. Tapi si Emha ini mblunat, mbrengkel, ngeyel tak karuan.
Semuanya indah-indah, cakep-cakep, ganteng-ganteng. Cantik-cantik, rancangan busananya pakai high taste. Kita menonton mereka terkagum-kagum dan penuh rasa syukur. Islam seolah-olah sudah merasuk menjadi hati, menjadi pikiran, menjadi sikap, dan menjadi pakaian budaya kalangan selebritas.
Kita berbahagia melalui Idul Fitri kali ini bersama sekalian sanak saudara dan teman-teman sekampung atau seprofesi, namun diam-diam kita juga tetap harus memelihara kepekaan terhadap sejumlah hal yang memprihatinkan. Justru sensibilitas semacam itulah yang mendorong menaiknya tingkat Idul Fitri kita.
“…berlaku tidaknya Idul Fitri pada seorang muslim pada hakikatnya hanya ia sendiri beserta Tuhan yang mengetahui. Orang lain hanya bisa mengira-ngira berdasar indikator apakah ada perubahan pada seseorang sebelum dengan sesudah Ramadhan.
Saya ingin mengajak Anda memaknai kembali Idul Fitri atau syukur ini bisa memperluas dan memperdalam penghayatan dan kenikmatan kita melalui sejumlah idiom popouler yang selalu kita gunakan pada saat Idul Fitri.
Maka betapa ragamnya pesta konteks Idul Fitri kita. Peristiwa maaf-memaafkan akan jauh lebih indah apabila tidak sekedar kita langsungkan dengan cara-cara konvensional, keliling kampung, memasuki rumah demi rumah, atau bikin halal bi halal di hotel berbintang.
“Itulah yang kutangisi. Aku takut Kekasihku tidak menegur mereka, karena memang hanya hamba-hamba yang dikasihi-Nya saja yang cepat ditegur, diingatkan, dan dihukum. Sedangkan mereka yang sudah jauh dari kasih-Nya dibiarkan saja…”
---------------- Tuhan Pun Berpuasa oleh Emha Ainun Najib ------------------
Dalam hal menulis, Cak Nun berprinsip menulis bukanlah untuk menempuh karier sebagai penulis, melainkan untuk kepentingan sosial. Dengan prinsip itu, ia justru telah menghasilkan sangat banyak tulisan mulai dari puisi, essai, artikel, naskah drama, cerpen, makalah, hingga buku. Tak ketinggalan pula lirik-lirik lagu yang telah dibuatnya.
Demikian beberapa cuplikan kata tersebut agar memperkaya pengetahuan batin dan pikiran kita selalu. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah membaca. :)

0 komentar