#JURNAL 106_ BUCIN BAHAGIA SETENGAH HATI


Kamu adalah apa-apa yang selalu kutulis. Dan aku? Adalah apa-apa yang selalu kau lewatkan. Oh, sebentar. Apakah aku ini sebuah tulisan? Mengapa kau selalu memberikan garis miring terhadapku? Seolah-olah aku ini orang asing bagimu?

Kamu adalah chat story yang tak pernah kuhapus. Namun juga tak pernah berani kubaca. Tapi, yang hingga kini sering mengganjal di pikiranku adalah kenyataan bahwa di bahagiamu sekarang, ternyata sudah tidak ada lagi aku. Padahal, saat ini kamu masih jadi alasan utama hilangnya bahagiaku. Seandainya saja kita bertukar tubuh dan mengerti isi kepala masing-masing, mungkin sekarang kita setidaknya saling mengerti satu sama lain.

Aku pergi untukmu. Bahagiaku ketika bersamamu ternyata tak selalu mengartikan bahagia untuk dirimu. Ha-ha-ha. Suatu saat, segala sakit hati ini akan mengajarkan kita di akhir cerita bahwa untuk bahagia, pertama-tama kita harus bisa menertawakan luka.

Dan yang kutakutkan dari waktu adalah aku akan semakin tua dalam merindukanmu tanpa sedikitpun aku bisa memilikimu. Jadi, mau sampai kapan kau mengejarnya? Padahal di sini aku selalu ada untukmu. Dia mencintaimu setengah hati. Aku mencintaimu setengah mati!

Kau tahu? Ingatan tentangmu itu seperti hujan. Tak menyakiti, tak melukai, dan hanya datang untuk membasahi hati. Lalu beranjak pergi layaknya menerbitkan pelangi, kau pergi menerbitkan rindu yang tak terperi.

Dan sekarang, biarlah ini menjadi jeda. Kuharap, kita bisa bertemu lagi di saat sudah dewasa. Dan jatuh cinta lagi sedari awal. Ha-ha-ha. Adakalanya keadaan memang hanya sekadar mempertemukan, bukan mempersatukan. Memberikanku pelajaran baru. Menjadikanku lebih dewasa dalam pemahaman bahwa dekat tak selalu terikat.
Karena hampir itu menyedihkan. Aku hampir baik untukmu. Kamu hampir mencintaiku. Dan kita pernah hampir bersama. Kau percaya? Dekat, saling cinta, tapi tak saling memberitahu itu menyakitkan! Dekat, saling cinta, tapi tak bisa bersatu itu jauh lebih menyakitkan!

Sialnya, yang selama ini kutakuti adalah jika ternyata kau memang orang yang tepat untukku, namun datang di waktu yang salah. Tapi, waktu sebenarnya tidak bisa menyembuhkan luka. Ia hanya membuatku terbiasa akan hari-hari tanpa dirimu lagi. Membuat hatiku mulai berani menerima kenyataan bahwa: tanpamu aku baik-baik saja.

Terkadang kita butuh jatuh, butuh dipatahkan, butuh dihancurkan sehancur-hancurnya. Agar kita dapat belajar bangkit dan berdiri seperti dahulu lagi. Mungkin memang seharusnya begitu. Kita harus membiarkan kesedihan datang terlebih dahulu. Agar kita bisa menghargai kebahagiaan nanti.
Satu lagi. Seandainya kau mengerti, ketika namamu muncul di notifikasiku atau kau menyukai postinganku, aku bahagia setengah mati. Tapi sayang, terkadang, kita terlalu sibuk mencintai sampai lupa untuk memantaskan diri, menjadi pribadi yang pantas dicintai. Maaf, aku tidak pantas kau cintai, ternyata.

Dalam lima waktuku pernah ada kamu, yang kusebut pelan. Meski terkadang aku masih merasa, sepertinya aku tidak mungkin bersamamu. Tapi, ketidakmungkinan itu akan selalu kusemogakan. Maaf ya, aku terlampau egois.

Aku sadar, aku bukan perempuan baik-baik. Hanya saja kamu yang tidak tahu, atau belum tahu sepenuhnya saja. Masa lalu telah menempaku menjadi serpihan debu yang tajam di segala sisi. Digenggam akan melukai, dibiarkan akan menjadi sampah yang tak berarti.

Masa laluku buruk, seburuk-buruknya. Berkali-kali dilukai, berkali-kali pula aku melukai. Kadang sempat terpintas olehku. Apakah aku punya bakat turunan menjadi Joker? Ha-ha-ha. Sampai-sampai aku pernah bertanya pada diriku sendiri. Apakah aku masih pantas hidup? Masih pantas dicintai setulus hati?

Kemudian, entah bagaimana caranya kau datang. Kau tak peduli betapa kelamnya masa laluku. Tak melihat sehina apa keadaanku. Kau seakan-akan tahu, bahwa aku juga berhak mempunyai masa depan yang baru. Kau rangkul diriku hingga tanpa sadar dirimu perlahan-lahan mengubahku menjadi lebih baik. Tanpa kau sadari, kaulah yang sejatinya dengan lembut membuat hidupku kini kembali berarti.

Terima kasih.

Maka kuucapkan, selamat tinggal. Ingatan-ingatan tentangmu tentu masih akan terus melekat. Tapi aku butuh tempat, di mana aku bisa pergi jauh meninggalkan segala luka yang telah tertambat. Semoga, suatu hari nanti, aku akan menemukan seseorang, yang jika aku hidup bersamanya, masa laluku tak akan lagi kuartikan sebagai luka.

Akhirnya, harus kuterima. Bahwa mencintaimu itu aku tak benar-benar ada. Mencintaimu itu hanyalah aku yang berjuang sendiri. Ha-ha-ha. Bersamamu atau ditinggalkanmu, doaku akan tetap sama. "Semoga kau bahagia ya!"

#salah arti masalah hati
#bahagia setengah hati
#hati-hati tak punya hati
#mencintai setengah mati
#bucin menjadi-jadi
#melepaskan
#mengikhlaskan
#meninggalkan
#mundur alon²
#aku rapopo
#mari move on awak-awak pengidap patah hati
#teringat pesan bang Radit, jadilah manusia setengah salmon
#colab tulisan with Gilang dan Khrisna
#mon maap sedang kerasukan sosok bucin, ehe!


0 komentar