Seandainya Kamu dihadapkan pada dua pilihan. Siapa yang lebih kamu
pilih untuk menggenapi kehidupanmu? Seseorang yang kamu cintai, tapi dia tidak
mencintaimu atau seseorang yang mencintaimu tapi tidak kamu cintai? Nah?
Ya, itulah pertanyaan yang Ibu berikan sebelum Tuhan mempertemukanku
denganmu. Pertanyaan pada masa-masa sulit ketika Aku bingung gelisah perihal
jodoh yang tak kunjung tiba. Padahal sudah dua kali Aku gagal berproses dengan
laki-laki yang kuharap bisa menggenapkan imanku. Pertanyaan ini bisa aku
mengerti dan bisa Aku jawab setelah hidup berdua bersamamu.
Siapapun pasti ingin menggenapkan separuh agamanya bersama orang
yang dicintainya, pikirku waktu itu. Jadi, Aku menjawab pilihan yang pertama,
yaitu menggenapkan hidup bersama seseorang yang Aku cintai walaupun orang
tersebut tidak mencintaiku. Dan Ibu, hanya tersenyum sewaktu mendengar
jawabanku waktu itu.
“Kamu tahu, kebanyakan orang mengharapkan sosok yang ideal untuk
menggenapkan hidupnya. Sosok ideal yang biasanya menjelma menjadi seseorang
yang dicintai atau seseorang yang diharapkan. Sayangnya, Kita tidak hidup dalam
dunia harapan. Kita hidup dalam dunia realitas. Jadi, jika semua orang berharap
pasangan yang dicintainya akan menggenapi secara sempurna, rasanya tidak
mungkin.
Idealnya kan sepasang laki-laki dan perempuan yang hidup bersama
memang sudah siap untuk mencintai sepanjang usia mereka. Tapi realitasnya,
tidak semua seperti itu. Ada yang sampai pelaminan tapi tidak sampai sepanjang
usia, berpisah di tengah jalan.
Ibu ingin mengatakan bahwa setiap orang akan mengalami kondisi yang
tidak ideal dalam hidupnya. Hanya bentuknya saja yang berbeda-beda. Kamu pun,
tak terkecuali. Jadi, tak perlu berlarut-larut dalam kesedihan. Toh, hidup
bukan permasalahan ideal atau tidak. Tapi tentang bagaimana Kita menjalaninya.
“Kalau Ibu dihadapkan pada kondisi tersebut, mana yang akan Ibu
pilih?”
“Memilih hidup bersama dengan seseorang yang mencintai Ibu,
meskipun Ibu tidak mencintainya.”
“Kenapa?”
“Karena berusaha mencintai orang lain itu lebih mudah daripada
membuat orang lain mencintai diri kita sendiri.”
Seberapa besar usaha kita untuk membuat orang lain mencintai kita,
pada akhirnya yang memutuskan apakah Dia mencintai kita atau tidak, tetaplah
Dia, bukan Kita. Hatinya yang merasakan. Bukan hati Kita. Sama halnya jika ada
seseorang yang melukai hati kita. Membuat kita kecewa atau sederet perasaan
yang menyakitkan lainnya. Pada akhirnya Kita sendiri yang harus
menyembuhkannya. Karena sekali lagi, yang bisa kita kendalikan adalah hati Kita
sendiri. Bukan hati orang lain.
“Lagipula, cinta hanyalah salah satu bentuk perasaan yang ada di
dunia ini. Bukan satu-satunya. Bahkan bisa jadi, ada perasaan lain yang jauh
lebih dibutuhkan sepasang manusia. Rasa percaya misalnya. Sepasang manusia bisa
saja bertahan hidup bersama tanpa rasa cinta. Tapi melalui rasa percaya. Memang
bisa? Coba kamu cari tahu saja penyebab “Kenapa sepasang manusia yang sudah
hidup bersama sekian lama memilih untuk bercerai.” Alasan yang paling banyak
bukan karena sudah tidak cinta, tapi sudah tidak lagi percaya. Jadi tidak perlu
banyak-banyak memikirkan cinta.
“Berarti cinta itu tidak penting?”
“Penting. Tapi masih banyak yang lebih penting. Membuat bahagia,
tapi masih banyak yang lebih membahagiakan. Tenang saja, kita hanya harus
berusaha untuk menggapai apa yang kita harapkan. Biarkan Tuhan yang Maha Baik
Yang Memutuskan. Jika memang hal itu baik untuk kita, maka pasti akan
dipertemukan dengan siapa saja saja yang kita harapkan. Jika memang tidak dipertemukan,
itu tandanya akan ada seseorang yang lebih baik untuk menggantikan dirinya.”