Bagaimana jadinya? Kalau anak bergaris keturunan SMA atau SMK
kuliah di Universitas yang mempunyai mata kuliah pokok Bahasa Arab. Apa nggak
kliyengan? Tiap ada tugas mata kuliah tersebut, dosennya ngomong pake Bahasa
Arab. Sedangkan si Mahasiswa cuma tengak-tengok temen disampingnya. Dan betapa
senangnya kita, karena dosen tersebut
juga sambil mentranslate apa yang telah Beliau ucapkan. Jadi kita rada-rada
lega sedikit lah. Nah kok ternyata, tidak sesuai dengan ekspetasi yang kita
bayangkan. Maksudnya? Iya, Beliau memang mentranselate Bahasa Arabnya tersebut.
La tapi kok sama-sama pakai bahasa asing, yaitu Bahasa Inggris. Berasa hidup di
PonPes Gontor ini mah. Ya tapi tak apalah, masih mending pakai bahasa Inggris. Daripada
bahasa batin. Wqwq.
Yang pertama, sebagai orang muslim yang pedoman hidupnya adalah Qur’an,
otomatis kita sudah bisa baca dan ngomong Arab. Tapi memang belum tentu bisa
mengerti arti dari bahasa Arab tersebut. Nah, semenjak ada makul pokok ini kita
ambil positifnya. Kita bisa tahu makna kata dari Qur’an yang kita baca tersebut
sedikit-demi sedikit. Meskipun bisa dilihat dari terjemahan kalimatnya, tapi
akan lebih mudah jika sudah mengetahui arti per katanya. Jadi jangan terlalu
diambil pusing lah yaa.. Kalian nggak sendiri kok, banyak yang lain yang mulai
dari nol.
Kedua, otomatis soal yang diujikan juga berbahasa Arab. Disuruh nulis
pakai huruf Arab? Jelas! Disuruh translate ke Indonesia? Ya jelas! Jelas belum (mahir)
kalau Saya mah. Tapi seenggaknya kita pernah ngrasain gimana nulis Arab yang
baik dan enak buat dipandang mata. Meskipun aslinya tulisan kita yang di bahasa
Latin bener-bener hancur lebur nggak bisa kebaca. Selain itu kita juga tahu,
bahwa nantinya bacaan yang kita suarakan itu akan berbeda arti, Jika kita salah
membaca panjang pendek harakatnya. Terlebih kalau baca Qur’an. Kita memang
harus hati-hati.
Ketiga, terbiasa untuk memahaminya (bahasa arab dan artinya) bukannya
malah menghakimi bahwa Bahasa Arab itu bahasa asing, makanya Saya nggak perlu
belajar makna katanya. Saya kan nggak hidup di Arab, ngapain harus belajar
bahasa Arab? Bukan itu masalahnya. Tapi, sedari dulu bahkan pas TK maupun di
TPA/TPQ, kita pasti disuruh untuk menghafal doa-doa harian beserta artinya. Namun
dewasa ini, seringnya kita bahkan sudah menelantarkan arti dari doa yang kita
ucapkan tersebut. Misalnya saja, kita kadang lupa atau bahkan tidak mengerti,
apa arti dari do’a iftitah yang dulu pernah kita hafalkan mati-matian pas SD.
Intinya kita harus benahi, bahwa bahasa itu adalah suatu
pembiasaan. Semakin kita terbiasa menggunakannya. Maka semestinya kita semakin
tahu dan memahaminya. Ikrar yang sering dibunyikan adalah, “kitab suci untuk
pedoman hidup”. Namun faktanya kita bahkan jarang membaca dan memahami
intisarinya untuk dijadikan pedoman hidup. Bukannya sok-sok an. Tapi memang
benar, secara tak sengaja kita menaruh bara pada kehadirannya (bahasa Arab) yang
jelas-jelas tertuang pada bacaan pedoman hidup kita sendiri (Qur’an).