JURNAL #8_ Mereka yang Berada di Sekeliling Kita (Ed.Lingkungan)
Apakah senyum kita pernah terlontarkan untuk mereka?
Menyapu, mengepel, dan mencuci perkakas adalah tugas pokok mereka. Pukul enam
pagi mereka sudah berada di tempat. Berbeda dengan kita para pendekar kuliah yang
kesiangan. Hanya pergi ke kampus saja
terkadang malas.
Menyusuri lantai dasar hingga lantai teratas pun
mereka lakoni dengan sepenuh hati. Anak tangga yang biasa kita pijak, mereka
bersihkan kembali satu per satu. Debu debu pun mulai bertebaran, dan kita mulai
menghirup semangat kerjanya. Dari ruangan paling timur ke barat, selatan ke
utara mereka jelajahi. Membuka jendela kehidupan agar angin segar masuk ke dalam
ruangan. Meneriakkan kerasnya hidup kepada langit yang sedang tersenyum.
Benar-benar bisa tertawa lepas hanya dengan kawannya karena tak ada yang
memperdulikannya. Merapikan meja dan kursi juga bonus untuk mereka. Bahkan kita saja juga malas merapikan kursi
sehabis mata kuliah.
Berbagi tugas dengan kawannya. Saling berteriak satu
sama lain untuk memberikan semangat meskipun bermandikan keringat. Mulai dari
meracik minuman. Mengantarkan minuman dan jatah makan siang kepada atasannya. Meskipun
mereka harus membeli jatah makan yang harga dan porsinya tak sesuai kantong, tetapi akan terasa ringan jika dinikmati
bersama kawan-kawannya.
Ruangan yang tak pernah sepi pengunjung juga harus
mereka bersihkan. Dimana kran, kaca, dan closet
menjadi saksinya. Jangankan mengepel lantai kamar mandi. Menyikatnya saja
sudah menjadi hal biasa. Kakinya harus rela menembus dinginnya air yang
mengalir bersama aroma wangi pembersih lantai.
Tak peduli sebau dan sebanyak apapun sampah yang
mereka temui. Dimanapun sampah berserakan, mereka akan membersihkannya kembali
di pagi hari. Dari sudut ruangan hingga muka ruangan pasti terdapat sampah. Entah memang kita sengaja tidak mau
membuang di tempat sampah, atau menganggap biarlah
sampah ini tak berada di tempat sampah, toh nanti juga ada yang membersihkan.
Begitu kejamnya menitik beratkan tugas kita sendiri, yang hanya membuang
sampah di tempatnya dilemparkan kepada orang lain.
Menerima segala sifat malas kita. Menanggung beban
dengan senang hati. Tanpa rasa malu, asalkan bertanggung jawab dengan
pekerjaannya begitulah prinsip mereka. Meskipun senyum sulit bergerak di bibir
kita untuk mereka. Tetapi mereka akan selalu tersenyum untuk kita, membukakan
hati kita. Mereka akan tetap sama, mengerjakan tugasnya dengan senang hati dari
atasan. Sedang kita pun tetap sama, sering mengeluh mengerjakan tugas dengan
berat hati oleh dosen. Seolah olah kita
yang sudah berdiri di kampus ini bisa membayar apapun dengan uang. Mereka hanya
dianggap mesin berjalan.
Sleman, 24 Mei 2017
Di antara hati yang pilu menyaksikan ketidak sadaran
akan tugas yang diemban
(Jurnal #8_HR)
(Jurnal #8_HR)
0 komentar