Satu bungkus bakmi jawa
mulai membungkam perut saya pagi tadi. Ditambah pisang goreng yang manisnya terpaksa
harus saya tenggelamkan ke dalam
tenggorokan. Sebagai penutup, sebotol air putih yang tidak begitu putih tetapi
cukuplah untuk menghilangkan sisa-sisa makanan yang menyangkut.
Sambil menikmati bakmi
yang masih bergandengan dengan seledri dan si cabai. Mula mula Saya melirik
bungkus bakmi tersebut. Memang hanya bungkusan kertas yang lusuh. Tidak ada
istimewanya. Sama saja dengan kertas ujian yang lebam akibat tangan nakal anak-anak
sekolah.
Perlahan saya tengok
gambar yang ada di kertas tersebut. Selain itu ada banyak sekali rangkaian kata
yang menjelaskan tema tertentu. Saya mulai penasaran dengan pasangan yang ada
dibaliknya. Saya buka lagi hingga akhirnya berhentilah pada suatu puisi
berbunyi
Kepada
bunga bunga jati
Berguguran
satu demi satu
Untuk
mencatat masa yang berlalu
Di
antara aroma telah meninggalkan jejak
Kembali
pada tanah yang akan menghitungnya
Pada
garis telah ditentukan dalam musim
Akan
terus berulang-ulang
Mencatat
sejarah
Karya
: Triman Laksana
Bukan hanya selembar
kertas yang menyediakan beribu ribu
kata yang indah. Akan tetapi makna yang tersimpan di
dalamnya membuat pancaran kehidupan. Bungkusan berupa kertas itu tak selamanya
abadi. Maka dari itu saya menghidupkannya kembali dengan cara menulisnya
disini. Agar kalian juga tahu, kertas itu juga rapuh. Hidup juga tak abadi. Maka
saya titipkan kata kata tersebut sebagai harta karun. Agar jika mereka –kertas kertas
tersebut- telah pergi, kalian masih bisa tersenyum membacanya.
Sleman, 19 Mei 2017
Di antara kepulan asap sampah yang menyesakkan
(Jurnal #6_HR)
Hari buku nasional ya? Bagaimana ya perasaan para
buku ketika mereka berulang tahun? Apakah mereka senang?
Buku itu kewajibannya dibaca dan
dipahami. Buku juga bisa membuat hati kita tenang dan lebih tertata. KITA SAJA PERLU DIPAHAMI, APA LAGI BUKU ? yaaa..
begitulah kita. Sering sekali kurang menghargai buku. T_T
BACALAH
DARI YANG KALIAN SUKAI, TETAPI WARNAI DENGAN BUKU YANG LAIN JUGA. Awalnya saya senang membaca hanya karena melihat lihat
karakter majalah Bobo. Sejak saat itulah, asupan otak saya dari Bobo. Masih
sampai sekarang juga sih…hhe tapi itu
pun milik adik saya. Adik saya pun juga mulai suka membaca berawal dari Bobo. Seiring
berkembangnya pendidikan dan perpustakaan, bacaan kami pun menjadi lebih
beragam.
KITA
HANYA MEMBACA BUKU YANG KITA SENANGI.
Salah gak sih? Ya nggak salah juga, Cuma agak egois saja. Analoginya seperti ini, saya senangnya
novel, ya saya bacanya novel terus. Saya sukanya sama kamu. Maka kamu nggak boleh suka sama yang lain, kecuali
saya. Eh, maaf. Hanya contoh..hhe. Baca
buku itu nggak hanya yang kita
senangi. Adakalanya yang tidak kita sukai itu baik untuk kita. BOLEH JADI KAMU MEMBENCI SESUATU PADAHAL
ITU LEBIH BAIK BAGIMU. DAN BOLEH JADI KAMU MENYUKAI SESUATU PADAHAL ITU TIDAK
BAIK BAGIMU.
Jadi,
BACALAH TERUS APAPUN YANG ADA DI SEKITAR
KITA. YANG SEKIRANYA BANYAK DIAMBIL MANFAATNYA. BUKAN HANYA KARENA KITA SUKA
AKAN SATU HAL, LALU KITA AKAN MENINGGALKAN YANG LAINNYA.
Ada
juga yang masih malas untuk membaca seperti saya. Yang masih awal awal untuk
menjadi pembaca. Ya nggak papa. Saya juga
kadang-kadang malas untuk membaca buku. Tetapi tetaplah membaca agar otak kita
ini berisi hal-hal yang luar biasa. Agar bisa mendapatkan inspirasi. Terlebih membaca
buku motivasi. Jika kalian suka, baca buku RENE SUHARDONO yang judulnya
ULTIMATE U deh. Saya suka banget sama
buku dan artikelnya RENE. Asli, dia keren beneran
deh, paraaaaah.
BACA BUKU MATA KULIAH YANG TEBALNYA
KAYA SKRIPSI AJA MALES, APA LAGI BACA NOVEL. Emang sih yang ini masih sulit diatasi para pendekar kuliah. Yaa mau gimana lagi. Bagaimana caranya agar kita paham sama buku mata
kuliah ini, ya sering sering dipelajari. Suka nggak suka. Mau nggak mau.
Karena kewajiban buku memang dibaca dan dipahami.
Sleman, 17 Mei 2017
Ditemani oleh snack yang sering
dijuluki “krupuk setan”
(Jurnal #5_HR)
Takut. Bukan takut mungkin, sebetulnya kata
MALAS yang lebih tepat untuk mewakilinya. Di sini saya akan membahas betapa Saya
dulu sangatlah malas untuk berkendara motor. Bukan
karena tidak bisa dan bukan karena takut. Awalnya saya menganggap enteng karena
belajar berkendara motor itu tidaklah penting. Sebenarnya untuk membeberkan cerita
ini sangat membutuhkan keberanian yang cukup besar. Meskipun begitu, Saya akan
tetap membagikannya kepada Anda, karena kebetulan sekali ada seseorang yang
menganggap belajar berkendara motor itu tidaklah penting. Topik bahasan ini tidak
sepenuhnya tentang motor, tetapi sangatlah memungkinkan untuk dikaitkan dengan
makna “belajar” yang sesungguhnya. Entah dalam pendidikan maupun kehidupan
sehari-hari.
Tidak terpikirkan sedetik pun untuk
belajar berkendara motor. Boro boro buat
belajar, megang saja sudah malas..hhe. Dulu saya berpikir bahwa sekarang sudah
ada transportasi bis dan saya sendiri sudah bisa berkendara sepeda, untuk apa
berkendara motor. Ternyata maindset saya
ini benar benar salah kaprah.
Kita
belajar itu bukan untuk mengharap apa yang penting dan apa yang tidak penting untuk
kita. Pengalaman saya sewaktu
di STM dulu juga sama. Untuk apa susah susah belajar Integral, Fisika, Kimia,
maupun Sejarah. Dasar matematika saja sudah cukup untuk kita, kenapa harus
ditambah perihal yang lebih memusingkan kepala? Selalu saja seperti itu, terus
menerus mengeluh. Tetapi ternyata memang benar. Janganlah kita menganggap diri
kita ini terlalu hebat hanya karena bisa penjumlahan dan pengurangan. Karena sejatinya
proses belajar itu akan terus mengalir tanpa henti. Meskipun itu tidak berguna
untuk sekarang, tetapi pasti akan berguna untuk hari esok.
Kembali ke masalah motor. Setahun setelah
kelulusan STM saya dihadapkan pada sebuah naskah yang bertuliskan “Selamat Anda
Terdaftar Sebagai Mahasiswa UIN SUNAN KALIJAGA Jurusan Ilmu Perpustakaan”. Luar
biasa shock moment nya waktu itu. Betapa
Saya harus memutar balikkan kepala Saya sampai ke titik nol. Alhamdulillah Saya keterima, tetapi apa
iya Saya harus bersepeda setiap hari dengan jarak ± 15 KM perjalaman? Atau
harus naik bis meski harus gonta ganti jalur
bis agar sampai tujuan. Dan waktu itupun bis sudah berhenti beroperasi jam
17.00 WIB.
Sebelum resmi memulai OSPEK tepatnya
seminggu sebelumnya, Saya meminta Ayah untuk mengajari berkendara motor. Tekanan
batin terlalu menimpa Saya akibat terlalu memikirkan bagaimana nantinya jika Saya
tidak bisa memberhentikan motor? Sepanjang Saya belajar dan sepanjang itulah
pertanyaan mulai bertebaran dan terus menerus menghantui mimpi Saya. Yang awalnya kita TERPAKSA, seiring
berjalannya waktu kita akan TERBIASA.
Sembari berangkat dan pulang kuliah, Saya masih
terus menerus belajar untuk mengasah kemampuan Saya. Tidak hanya perkara motor.
Hal ini bisa menjadikan faedah untuk
perkara lain juga. Agar tidak menganggap remeh makna ‘belajar” yang
sesungguhnya.
Sleman, 12 Mei 2017
Di sebelah radio tua yang serak serak
(Jurnal #2_HR)
Layaknya sebatang pohon yang disambar petir
Hanya sebatang kara masih disindir sindir
Kalau masih ingin berkarir
Jangan hanya mondar mandir
Ingat waktu tak henti bergilir
Basmallah kata pertama jika akan memulai sesuatu agar nantinya hidup ini semakin barokah.
Akankah sanggup bagi Saya untuk menyelesaikan jurnal ini hingga satu tahun? Ada kalanya pasti ada rasa bosan yang menggelitik. Seraya berkata "Yakinkah kamu akan sanggup melewati ini sendiri? Yakinkah kamu akan kuat jika ada orang yang pasti selalu menghadang hadang dirimu untuk menjemput amarahmu? Dan terakhir apakah benar kamu akan selalu menulis dengan niat yang baik?"
Saya menulis maka Saya ada
Dan kalian adalah buktinya
Saya menulis dan Saya hidup
Mungkin tertanam di benak kalian. Ada apa dengan Saya? Apa yang sebenarnya terjadi pada Saya? Tiba tiba saja memutuskan untuk menyeret seluruh isi otak Saya ke dalam kerangka mati yang bernama smartphone ini
Ah mungkin tak hanya tanya yang terlontarkan dari kalian. Biarlah kali ini Saya mengisi blog yang memang sejatinya mati suri ini. Tidak hanya mati suri sebenarnya, bahkan ingin mengakhirinya sekalian pun tak sanggup. Layaknya hidup seseorang, jika kita memutuskan untuk mati sebelum takdirnya, kita tak akan henti hentinya meratapi betapa menyedihkannya diri ini.
Sleman, 11 Mei 2017
Di gedung tua bersama orang-orang yang hiruk pikuk menawarkan dagangannya
(Jurnal #1_HR)
1. Buka lokasi tempat penyimpanan font Hanacaraka
2. Copy font (CTRL + C)
3. Buka Local Disk C >Windows >Fonts
4. Paste font tadi (CTRL + V)
5. Kembali ke aplikasi Microsoft Office Word. Cek
apakah sudah berhasil atau belum. Jika sudah ada fontnya maka akan muncul
gambar seperti di bawah ini.
That’s All for me. Demikian tutorial dari saya. Semoga membantu. Mohon maaf jika ada
kesalahan dalam penulisan. Terima kasih sudah membaca. Tunggu postingan
berikutnya ya!!! :)