Yes !!! Para mangsa sudah mulai merambah ke sangkar. “Sini mau pinjam ini nggak?…” Awalnya
sangat sulit mengajak mereka. Butuh mental yang memang benar-benar kuat untuk
hadir dan menjadi bagian dari mereka. Satu dua anak awalnya malu-malu untuk
melihat apa isi dibalik tas berwarna merah maroon
tersebut. Tetapi nyatanya mereka mendekat seraya berkata, “Boleh lihat-lihat nggak mbak?” tanya mereka. “Iya, Boleh laah. Nanti kalau sudah dibalikin yaa...”
Tanpa saya minta pun ternyata mereka telah sadar diri untuk mengembalikannya sebelum
acara dimulai. Sepertinya kali ini bukan cermin yang saya cari. Namun lautan
yang luas. Agar kita bisa melihat betapa kecilnya diri kita.
Kegiatan sehari-hari masjid di daerah saya ini diisi
pengajian menjelang buka bersama. Biasanya pemateri datang jam 17.00 WIB. Namun
anak-anak ini sering datang pukul 16.00 WIB. Katanya antisipasi kalau mendadak
hujan. Ah, jadi pingin cari kaca saya. Semangat
mereka nggak ketulungan.
Beruntung saya masih mempunyai beberapa buku bacaan
dan majalah anak-anak. Akhirnya mereka saya ajak untuk berkeliling ke
tangan-tangan mungil itu. Tujuh buah buku cukuplah untuk percobaan. Awalnya saya
mengajak adik saya untuk menjalankan misi ini. Ah kami memang suka bereksperimen, ya jadilah seperti ini. Saya membagi
tugas dengannya. Target saya anak cewek, sedangkan dia anak cowok. Dua orang anak
cowok mulanya yang tertarik dengan bazar yang kami gelar, karena mereka yang
paling awal datang. Mereka memilih bacaan yang disukai. Sebenarnya agak aneh
melihat gerak gerik mereka. Takutnya mereka belum bisa membaca. Saya pun
beranjak menemui mereka.
“Apa kalian
sudah bisa baca?”
“Sudah.
Dikit-dikit”
“TK ya? Nol
kecil apa nol besar?
“Nol besar.”
“Kayaknya saya
pernah lihat kamu sama Ibumu di pasar ya?”
“Iya mbak.”
“Kalian jualan
di pasar ya?”
“Bukan mbak. Ibu
saya nggak jualan di pasar.”
-------------------------------- Suara jangkrik pun
berbunyi ----------------------------------------------
Saya ingin mencari kaca yang lebih besar lagi
sepertinya. Mereka bertiga pun tertawa lepas. Akhirnya datanglah anak cewek,
mereka berbisik, tetapi sayangnya masih terdengar oleh kedua gendang telinga
saya.
“Eh, kui do
ngopo e?”
“Embuh, moco
paling?”
“Mlebu yo,
delok.”
“Wegah ah,
mengko wae.”
Langsung saja saya lambaikan tangan kepada mereka.
“Eh kalian sudah
datang. Ayo masuk!”
Akhirnya mereka pun masuk.
“Eh kalian mau
baca ini nggak?”
“Apa aja mbak?”
Dan
mereka pun mulai memilih dan memilah bacaan yang mereka sukai.
Tiga puluh menit berlangsung dan satu per satu anak
mulai berdatangan. Buku buku tersebut pasti senang. Bisa jalan jalan ke sana ke
mari dan melihat wajah anak-anak tersebut tertawa bersamanya. Ah andai saja setiap hari mereka selalu
berdampingan dengan buku seperti itu. Terlepas dari gadget yang membawa mereka ke
alam bawah sadar.
Sleman, 28 Mei 2017
Di tengah hujan yang membasahi duka tersimpan
(Jurnal #10_HR)