JURNAL #10_ Kamulah yang Kucari

Yes !!! Para mangsa sudah mulai merambah ke sangkar. “Sini mau pinjam ini nggak?…” Awalnya sangat sulit mengajak mereka. Butuh mental yang memang benar-benar kuat untuk hadir dan menjadi bagian dari mereka. Satu dua anak awalnya malu-malu untuk melihat apa isi dibalik tas berwarna merah maroon tersebut. Tetapi nyatanya mereka mendekat seraya berkata, “Boleh lihat-lihat nggak mbak?” tanya mereka. “Iya, Boleh laah. Nanti kalau sudah dibalikin yaa...”

Kegiatan sehari-hari masjid di daerah saya ini diisi pengajian menjelang buka bersama. Biasanya pemateri datang jam 17.00 WIB. Namun anak-anak ini sering datang pukul 16.00 WIB. Katanya antisipasi kalau mendadak hujan. Ah, jadi pingin cari kaca saya. Semangat mereka nggak ketulungan. 

Beruntung saya masih mempunyai beberapa buku bacaan dan majalah anak-anak. Akhirnya mereka saya ajak untuk berkeliling ke tangan-tangan mungil itu. Tujuh buah buku cukuplah untuk percobaan. Awalnya saya mengajak adik saya untuk menjalankan misi ini. Ah kami memang suka bereksperimen, ya jadilah seperti ini. Saya membagi tugas dengannya. Target saya anak cewek, sedangkan dia anak cowok. Dua orang anak cowok mulanya yang tertarik dengan bazar yang kami gelar, karena mereka yang paling awal datang. Mereka memilih bacaan yang disukai. Sebenarnya agak aneh melihat gerak gerik mereka. Takutnya mereka belum bisa membaca. Saya pun beranjak menemui mereka.

“Apa kalian sudah bisa baca?”
“Sudah. Dikit-dikit”
“TK ya? Nol kecil apa nol besar?
“Nol besar.”
“Kayaknya saya pernah lihat kamu sama Ibumu di pasar ya?”
“Iya mbak.”
“Kalian jualan di pasar ya?”
“Bukan mbak. Ibu saya nggak jualan di pasar.”

-------------------------------- Suara jangkrik pun berbunyi ----------------------------------------------

Saya ingin mencari kaca yang lebih besar lagi sepertinya. Mereka bertiga pun tertawa lepas. Akhirnya datanglah anak cewek, mereka berbisik, tetapi sayangnya masih terdengar oleh kedua gendang telinga saya. 

“Eh, kui do ngopo e?”
“Embuh, moco paling?”
“Mlebu yo, delok.”
“Wegah ah, mengko wae.”



Langsung saja saya lambaikan tangan kepada mereka.
“Eh kalian sudah datang. Ayo masuk!”
Akhirnya mereka pun masuk.

“Eh kalian mau baca ini nggak?”
“Apa aja mbak?”
 Dan mereka pun mulai memilih dan memilah bacaan yang mereka sukai.

Tiga puluh menit berlangsung dan satu per satu anak mulai berdatangan. Buku buku tersebut pasti senang. Bisa jalan jalan ke sana ke mari dan melihat wajah anak-anak tersebut tertawa bersamanya. Ah andai saja setiap hari mereka selalu berdampingan dengan buku seperti itu. Terlepas dari gadget yang membawa mereka ke alam bawah sadar.

Tanpa saya minta pun ternyata mereka telah sadar diri untuk mengembalikannya sebelum acara dimulai. Sepertinya kali ini bukan cermin yang saya cari. Namun lautan yang luas. Agar kita bisa melihat betapa kecilnya diri kita.

Sleman, 28 Mei 2017
Di tengah hujan yang membasahi duka tersimpan
(Jurnal #10_HR)

0 komentar