JURNAL #44_YANG NAMANYA DISEMBUNYIKAN

Ini bukan sekedar cerita-cerita di mellow drama kawan. Aku pun tak mengira, bahkan untuk sekedar membayangkannya saja tidak sampai. Aku berpikir, bagaimana mungkin dan bagaimana bisa? Biar kuungkit semua kenangan yang pernah kita lalui kawan. Agar Aku selalu mengingat tawa dan senyummu di saat engkau berjuang melewati rasa sakitmu itu sendiri. Mari kubantu.

Awalnya Aku tidak terlalu dekat denganmu. Hanya sekedar tahu saja. Oh, yang namanya ini, kamu to. Pun sama dengan yang lainnya. Aku hanya sebatas mengingat dan karena jarang ngobrol ya lupa-lupa ingat.

Aku pun tak ingat betul. Kapan terakhir kali kita berbicara waktu itu karena memang tidak ada benang yang menghubungkan kita untuk saling berkomunikasi. Boro-boro berkomunikasi. Duduk sebelahan aja belum pernah.

Hingga suatu hari, mungkin Tuhan memang secara sengaja mendekatkanku padamu. Entah melalui apa, Aku pun tak tahu pasti. Yang jelas setelah melakukan berbagai kegiatan bersamaku, kita semakin mengenal dan tempat duduknya pun kerap kali berdekatan.

Kami memang berbeda daerah. Namun itu tak layak untuk dijadikan alasan menjauh dari lingkaran persahabatan. Sering bercerita apa yang ada di daerahnya. Bagaimana keluarganya. Pokoknya nguprek-uprek seluk-beluknya. Pun demikian pula sebaliknya.

Bahkan, Aku (bisa dibilang) sering kalau untuk bermalam di kosnya. <cewek lo, jangan salah artian> Awalnya cuma numpang tidur kalau pas ke sorean pulang. Atau kalau nggak biar irit bensin, ewqwq. Tapi pada akhirnya, Dia pun sering kujadikan sandaran. Zzz.

Kalau dilihat dari awal ketemu emang sedikit pendiem ya. Banyak kesamaan denganku. Tapi kalau ditilik lebih dalam lagi, aslinya lebih blak-blakan ternyata. Suka banyol nggak jelas. Tapi bikin gila.

Lama nggak ketemu, tahu-tahu Aku Whatsapp Sampean, Sampean bilang dalam proses pemulihan. Dan betapa kagetnya Aku ini. Lemas jari-jariku untuk sekedar mengetik “Bagaimana bisa?” Dan Kamu yang bahkan kukira nggak bakal sakit separah itu tapi ternyataaa.

<Apakah kamu bersedih?> Iya. Sangat. Tapi ini membuatku semakin sadar. Bahwa nikmat yang sering kita lupakan adalah sehat dan waktu. <waktu agar tidak terlalu memaksakan diri dan cukup untuk tidur maupun berolahraga> Dan bahkan kita jarang bersyukur. Yang dipikirkan ke depan hanya sebatas duniawi. Kita bekerja banting tulang untuk memperbaiki kehidupan dunia, tapi lupa dengan kehidupan hati, bahkan secara tidak sadar, lama-lama hatipun ikut mati. <Jangan sampai>

Begitu pula ketika jari kita terkoyak sayatan pisau, katakanlah “Bahkan Aku sampai lupa kalau jariku ini menganga dan lupa akan pahitnya rasa sakit ini. Karena terlalu menikmati manisnya pahala, dosa yang berguguran, dan kasih sayang dariNya.”

Nyatanya, yang harus dirubah adalah pola pikir kita terlebih dahulu. Hingga suatu saat nanti hati akan tergerak sesuai kehendakNya.
IN(SEPI)RASI dari orang-orang yang diberi berbagai kelebihan maupun kekurangan.

Semoga engkau tidak pernah patah semangat.

0 komentar